Sabtu, 1 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Perludem: Kalau Kita Menjadikan Soeharto Pahlawan, Berarti Kita Antidemokrasi

Soeharto tidak layak disebut pahlawan karena kepemimpinannya justru bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi, terutama pemilu yang bebas dan adil.

Tangkapan layar akun YouTube Sahabat ICW
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin (dua dari kiri) dalam diskusi bertajuk "Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Kepada Soeharto" yang diselenggarakan di Aula Resonansi, Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025). 

 

Ringkasan Berita:
  • Penolakan keras terhadap wacana pengangkatan Soeharto jadi pahlawan nasional
  • Kalau menjadikan Soeharto pahlawan berarti antidemokrasi
  • Soeharto tidak layak disebut pahlawan karena kepemimpinannya justru bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan keras terhadap wacana pengangkatan Presiden ke-2 RI Soeharto jadi pahlawan nasional muncul dari Gerakan Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) yang merupakan gabungan dari berbagai lembaga swadaya masyarakat atau LSM.

Peneliti dari Perkumpulan untuk Demokrasi (Perludem) Usep Hasan Sadikin, yang merupakan bagian dari Gemas mengatakan, bentuk dukungan untuk Soeharto menjadi pahlawan sama artinya dengan sikap antidemokrasi.

Baca juga: Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Begini Kondisi Makamnya di Astana Giribangun Karanganyar

Perludem adalah sebuah organisasi nirlaba di Indonesia yang fokus pada penguatan demokrasi dan reformasi pemilu.

"Kalau kita menjadikan Soeharto itu pahlawan, kita itu berarti antidemokrasi," kata Usep dalam dalam diskusi yang diselenggarakan di Aula Resonansi, Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025).

Menurutnya, Soeharto tidak layak disebut pahlawan karena kepemimpinannya justru bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi, terutama pemilu yang bebas dan adil.

“Waktu Soeharto memimpin negara ini, itu bukan pemilu. Yang ada tuh pura-pura pemilu,” ujarnya.

Ia mencontohkan, hasil pemilu di masa Orde Baru sudah bisa ditebak karena Golkar selalu menang telak hingga 90 persen suara. Sementara partai lain tak punya ruang bersaing.

Selain itu, Usep menyebut Soeharto telah menghancurkan sistem multipartai dan membunuh ideologi politik di Indonesia.

Ia menilai, sejak masa itu, partai politik kehilangan karakter ideologisnya karena represi terhadap kelompok dengan pandangan berbeda, termasuk ideologi Islam dan komunisme.

“Soeharto telah membunuh ideologi. Kalau kita ingin partai di pemilu nanti itu ideologis, pembunuhannya sudah dimulai di era Soeharto," jelas Usep. 

Baca juga: Kata Pakar Hukum soal Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

Usep pun menyoroti warisan politik koruptif di masa Orde Baru. Menurutnya, praktik penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan anggaran negara demi mempertahankan kekuasaan berakar dari pemerintahan Soeharto.

Ia juga menolak anggapan bahwa stabilitas ekonomi di masa Soeharto menjadi alasan untuk menjadikannya pahlawan.

"Saat itu yang menciptakan bahwa yang namanya minyak atau bahan bakar itu harus murah gitu, itu kan juga ditanamkan di era pemerintahan Soeharto," tuturnya.

"Nah, yang dimaksud tuh gini, stabilitas politik yang kemudian berdampak ke stabilitas ekonomi lalu ke stabilitas negara, itu yang jadi pembelaan kenapa Soeharto harus dapat gelar pahlawan. Padahal itu bohong," pungkasnya. 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved