Tribunners / Citizen Journalism
Mafia Pulsa RBT
Disini penulis mencoba menyorot soal mafia pulsa dilayanan ring back tone (RTB).
TRIBUNNEWS.COM - Dalam artikel ini, penulis tidak menyinggung lagi masalah tanggungjawab moral, etika dan estetika peng-RBT-an lagu, karena sudah ditulis di artikel sebelumnya.
Disini penulis mencoba menyorot soal mafia pulsa dilayanan ring back tone (RTB). Karena penjarahan uang ‘pulsa’ rakyat atas nama sms premium atau layanan RBT yang dilakukan oprerator atau content provider curang dan korup ini dinilai meresahkan dan merugikan rakyat pengguna telpon selular. Bahkan disinyalir uang ‘pulsa’ rakyat yang berhasil disedot dan dijarah dalam kasus mafia pulsa ini mencapai angka triliunan rupiah.
Sebagaimana disebutkan oleh Tantowi Yahya, penyanyi country yang kini jadi anggota Komisi I DPR RI, kerugian konsumen dari penyedotan pulsa tidaklah sedikit hamper menyentuh angka satu triliun rupiah. Bahkan anggota legislatif dari fraksi Partai Golkar mencurigai ada oknum-oknum dari content provider yang bermain di bisnis RBT ini. Dimana saat ini ada sekitar 215 content provider legal terdaftar melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), selebihnya sekitar 400-an diluar BRTI.
Hal senada dikatakan anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Max Sopacua, bahwa kasus pencurian pulsa ini sama dengan kasus korupsi di Bank Century yang telah memakan uang rakyat sampai dengan triliunan. Untuk itu mantan wartawan olahraga TVRI ini juga mengusulkan dibentuknya panitia kerja (panja) DPR untuk mengkaji masalah ini, kerena kerugiannya langsung dirasakan oleh rakyat.
Tidaklah salah bila kemudian Komisi I DPR RI, bukan sekadar mendukung dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 177/BRTI/IX/2011, juga membentuk Panitia Kerja (Panja) DPR untuk mengusut tuntas kasus Mafia Pulsa RBT ini. Bahkan Bareskrim Mabes Polri tidak tinggal diam, juga akan mengusut tuntas kasus pencurian pulsa ini, untuk mengungkapkan bagaimana modusnya dan mencari alat bukti yang bisa digunakan untuk menjerat keterlibatan dari sindikat pelakunya. Karena bukan tidak mungkin kasus ini melibatkan cara kerja sindikat Mafia Pulsa yang dilakukan secara sistematis.
Sebagimana diketahui bersama bahwa keberadaan layanan sms premium baik berupa game, horoscope atau ramalan nasib oleh peramal seleb, atau layanan berupa RBT lagu, semua itu ditunjang oleh falisitas dan kemudahan dari yang bersangkutan. Seperti pada layanan RBT, opreasional operator atau content provider mendapat fasilitas kemudahan dengan adanya pasokan lagu langsung dari pencipta lagu atau produser label rekaman. Keberlangsungan ini karena adanya hubungan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan dan diuntungkan. Sementara rakyat sebagai pengguna telpon selular hanya bernasib sial sebagai objek penderita, jadi korban ‘game zone’ mereka.
Jika dalam kasus sindikat mafia pulsa pada layanan RBT ini terbukti ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum yaitu penipuan atau pencurian pulsa, mau tidak mau semua pihak yang terkait didalamnya juga kena, ikut bertanggungjawan atas akibat hukumnya. Bisa jadi, termasuk artis dan pencipta lagu, juga produser label rekam yang menjual lagu tersebut ke operator atau content provider curang dan korup. Pasalnya, mereka ikut serta terlibat sebagai pemasok, penyedia dan pemberi sarana lagu yang di-RBT-kan yang kemudian disalahgunakan.
Justru yang kemudian jadi pertanyaan, selama ini apakah para pemasok lagu ini mengetahui atau tidak, bahwa dalam mekanisme layanan RBT ada unsur pencurian atau penjarahan pulsa. Atau TST (tahu sama tahu), atau pura-pura tidak tahu, dan bersikap tutup mata, tutup telinga, dan tutup mulut. Yang penting sekian bulan sekali bagi-bagi royalty. Dan, baru buka suara ketika muncul Surat Edaran Nomor 177/BRTI/IX/2011. Selamatkan musik Indonesia # save RBT, begitu kata mereka. Kok bukan selamatkan rakyat dari pencurian pulsa.
Disini kita tidak berpretensi atau bermaksud mendiskreditkan posisi penyanyi atau musisi pencipta lagu, itulah adanya. Tapi setidaknya mari kita dukung, dan kita tunggu hasil kerja penertiban dan pembenahan yang dilakukan Kemenkominfo, juga Panja Mafia Pulsa – DPR RI, maupun Bareskrim Mabes Polri, dalam mengusut tuntas kasus Mafia Pulsa ini sesuai otoritas masing-masing.
Kalaupun pada akhirnya dalam pengusutan kasus Mafia Pulsa RBT ditemukan bukti-bukti bahwa telah terjadi pelanggaran atau perbuatan melawan hukum, bukan tidak mungkin juga akan menyeret pencipta lagu atau produser label rekaman yang terkait didalamnya. Karena dalam hal ini pencipta lagu atau produser label rekaman bisa dituding dan disangkutkan ikut serta sebagai pemasok, pemberi dan penyedia sarana lagu untuk di-RBT-kan. Kalau memang terdapat dan terbukti dalam kasus Mafia Pulsa RBT ada unsur pelanggaran delik pidana penipuan, pencurian, atau pemerasan, bukan tidak mungkin akibat hukumnya ditanggung renteng oleh pelaksana operasional sampai pemberi dan penyedia sarana lagu. Nah lho?!
ALEX PALIT: Paranormal musik, pendiri Forum Apresiasi Musik Indonesia (Formasi)
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.