Jaksa Periksa Mantan Direktur Pascasarjana UNM
Diduga dana tersebut diperuntukkan hanya untuk pembangunan gedung Phinisi UNM.
Laporan Wartawan Tribun Timur, Rudhy
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR – Mantan Direktur Pascasarjana Universitas Negeri Makassar Prof Dr Amiruddin mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan untuk memberikan kesaksiannya terkait penyelewengan anggaran dana senilai Rp 15 miliar untuk pembangunan Hotel La Macca dan gedung pascasarjana UNM. Diduga dana tersebut diperuntukkan hanya untuk pembangunan gedung Phinisi UNM.
"Yang bersangkutan memang datang tapi belum diperiksa lantaran tidak membawa dokumen yang diperlukan dalam proses pemeriksaan. Tetapi yang bersangkutan sempat berdiskusi dengan kami terkait dengan adanya temuan pengalihan dana untuk pembangunan menara phisini ke pembangunan Hotel La Macca dan gedung pascasarjana UNM," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Sulsel, Chaerul Amir saat dikofirmasi di kantornya, Senin (28/5/2012).
Mantan Kajari Tangerang ini mengatakan, kedatangan Prof Dr Amiruddin yang lebih awal ke kejati juga sekaligus ingin memberitahukan kepada penyidik untuk meminta izin agar pemeriksaannya diundur hingga 30 Mei mendatang.
"Semestinya yang bersangkutan diperiksa 29 Mei, namun karena Pak Profesor memiliki agenda lain yakni menjadi penguji bagi mahasiswa pascasarjana program Doktor yang sedang mengikuti ujian, makanya dia meminta agar pemeriksaan bisa diundur,” kata Chaerul mengaku Amiruddin telah meminta izin.
Dalam pertemuan itu, Profesor Amiruddin juga meminta kepada penyidik agar diberitahu dokumen apa saja yang akan dibutuhkan dalam memberikan kesaksiannya nanti.
Menurut mantan Kajari Palopo ini, Prof Amiruddin diduga mengetahui adanya pengalihan peruntukan dana sisa anggaran APBN yang diperuntukkan membangun beberapa gedung di luar menara Phinisi UNM.
Beberapa gedung lainnya yang diduga menggunakan dana APBN sebesar Rp 15 miliar itu seperti, pembangunan gedung Pascasarjana UNM dan pembangunan Hotel Lamacca.
Tak hanya Prof Amiruddin yang diperiksa, beberapa anggota pengelola keuangan dari UNM juga ikut dimintai keterangan, namun pihaknya tak bersedia memberikan identitas para saksi tersebut.
Dalam pengerjaannya, dana tersebut dicairkan dalam beberapa tahap yakni pada 2009 dana APBN dikucurkan sebesar Rp 55 miliar, 2010 sebesar Rp 100 miliar dan 2011 sebesar Rp 50 miliar.
Menurut dia, beberapa indikasi ketidakwajaran yang ditemukan kejaksaan dalam proses pembangunan gedung itu berupa pekerjaan tambahan gedung yang dimaksudkan dapat menopang bangunan utama atau induk.
Sementara dalam perjanjian kontrak pengelolaan dana sebelumnya, pekerjaan tersebut tidak termasuk dalam dokumen kontrak. "Kami menduga dengan adanya penambahan pekerjaan hal itu sarat menimbulkan kerugian negara," ujarnya.
Chaerul yang juga pernah menjabat sebagai Asisten Pengawas Kejati Sulsel menjelaskan, saat ini pihak kejati bersama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) wilayah Sulsel sedang menghitung nilai kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus tersebut.
Dugaan penyalahgunaan keuangan pada proyek pembangunan Menara Pinisi UNM mulai didalami kejaksaan sejak tahun lalu. Proyek pembangunan Menara Phinisi ini sudah berjalan di tiga tahun anggaran, dengan rincian tahun 2009 anggarannya sebesar Rp 28 miliar, tahun 2010 sebanyak Rp 55 miliar, dan 2011 mencapai Rp 95 miliar. Khusus tahun 2009 dana bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) sebesar Rp 16 miliar dan dana pendamping dari UNM Rp 12 miliar.
Sementara itu, berdasarkan data temuan Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi menyebutkan dalam kasus dugaan korupsi dana pembangunan Menara Phinisi ada beberapa cara yang dilakukan seperti mark up anggaran, seperti pada daftar isian penggunaan anggaran (DIPA) pembangunan gedung pusat pelayanan akademik tahap I yang bernilai Rp 28 miliar, ditemukan tidak sesuai dengan nilai penawaran yang disetujui hanya sekitar Rp 27 miliar.