Calon Presiden 2014
Tiga Capres Terkuat Masih Muka Lama
Pemilu presiden 2014 bakal diisi politisi muka lama.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilu presiden 2014 bakal diisi politisi muka lama. Tiga calon presiden terkuat adalah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie.
"Dari semua yang ada, tiga kandidat ini elektabilitasnya di atas 20 persen. Jadi, capres kali ini pertarungannya hanya di tiga kandidat," ujar peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby, di Kantor LSI, Jakarta Timur, Minggu (17/6/2012).
Hasil survei LSI di atas dilakukan di awal Juni 2012, lewat metode multistage random sampling, dengan jumlah responden awal 1.200 orang.
Dalam survei, kendati tiga partai elektabilitasnya di atas 10 persen seperti Golkar, PDI-P, dan Demokrat, capres Gerindra laik diperhitungkan.
Elektabilitas Prabowo untuk capres di angka 23, 9 persen. Yang paling atas diperoleh Megawati, di angka 28, 1 persen. Sedangkan elektabilitas Aburizal atau akrab disapa Ical berada di angka 20,1 persen.
Perolehan Ical di partai juga teratas dari kandidat Golkar lainnya. Adjie mengakui, faktor popularitas menopang elektabilitas Megawati naik.
Ini menunjukkan belum ada kader PDI-P yang ketokohan dan popularitasnya bisa menyaingi Megawati. Sebab, kader PDI-P lainnya yang masuk bursa capres di bawah 10 persen.
Lalu, kenapa kader Demokrat tidak masuk tiga besar capres terkuat? Melemahnya dukungan terhadap partai ini menjadi jawaban.
Efeknya, dukungan capres dari Demokrat ikut rendah. Dari semua kader Demokrat, yang suaranya lumayan banyak adalah Ani Yudhoyono, dengan 12,6 persen.
"Banyak faktor kenapa Ibu Ani di posisi bawah. Faktor popularitas Ibu Ani masih di bawah Ibu Mega. Ibu Ani boleh saja istri presiden, tapi belum mampu menjadi presiden," terang Adjie sambil menambahkan, sosok Ani paling bersinar dari kader Demokrat lainnya.
"Pernyataan bahwa istri dan anaknya tak ikut capres, ditinjau dari sisi komunkasi politik, adalah upaya SBY menjaga sebagai tokoh yang melihat kekuasaan bukan target mencari kekuasaan politik. Dia melihat kekuasaan untuk masyarakat," bebernya. (*)
BACA JUGA