Aceh Diguncang Gempa Berkekuatan 6,6 SR
Gempa bumi berkekuatan 6,6 SR mengguncang kawasan Aceh. Gempa terjadi pada Sabtu (23/05/12) tepat pukul 11:34:52 WIB
Penulis:
Yulis Sulistyawan
Editor:
Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM - Gempa bumi berkekuatan 6,6 SR mengguncang kawasan Aceh. Gempa terjadi pada Sabtu (23/05/12) tepat pukul 11:34:52 WIB.
Laporan BMKG, lokasi gempa berada di 2,81LU - 97,71 BT atau 24 km barat laut Kota Subulussalam, Aceh dengan kedalaman 103 km.
Kepala Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menambahkan, tidak ada dampak dari gempa tersebut. "Kondisi mutakhir, gempa tersebut dirasakan lemah oleh warga dan gempa tersebut tidak berpotensi tsunami," jelas Sutopo. Saat ini aktivitas warga normal, aman dan terkendali. Serta cuaca cerah.
Bagi apa yang Anda baca dengan teman Anda.
Indonesia Rugi, Tiap Hari Rp 250 Juta Mengalir ke Malaysia

- Ibu-ibu Geli Saat 'Burung' Peserta Sunatan Berbeda
- Angin Kencang dan Petir Warnai Langit Balikpapan
- Tim Ekspedisi Khatulistiwa Rambah Perbatasan Malaysia
- USAID Rangkul Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan…
- Tim Ekspedisi Khatulistiwa TNI Bersihkan Pasar di…
- Ditemukan Mayat Setengah Bugil Membusuk di Sungai…
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN- Pengusaha Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan Haji Herman memprediksi, dalam sehari sekitar Rp 250 juta hingga Rp 500 juta uang warga Sebatik mengalir ke Tawau, Sabah, Malaysia.
Uang tersebut berasal dari penjualan hasil bumi di pulau yang terbagi dua antara Indonesia dan Malaysia, termasuk mereka yang membeli barang untuk diperdagangkan lagi di Sebatik.
Warga Sebatik menjual hasil bumi seperti kelapa sawit, kakao, kelapa termasuk serai maupun hasil perikanan.
"Kecuali beras tidak kita jual ke sana," ujarnya.Setelah menjual hasil bumi dimaksud, uang hasil penjualan langsung dibelanjakan di Malaysia untuk belanja kebutuhan pribadi dan rumah tangga.
Setiap harinya sekitar 150 warga dari Kecamatan Sebatik, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan Sebatik Tengah, Kecamatan Sebatik Timur dan Kecamatan Sebatik Utara, melakukan aktivitas ekonomi di Tawau.
"Ini sangat merugikan kita, karena uang kita dibawa ke sana. Uang kita tidak berputar ke sini," ujarnya.
Ironisnya, kata Herman, barang-barang asal Sebatik yang dijual ke Tawau, justru dibeli kembali dalam bentuk barang olahan.
"Mereka menjual hasil perkebunan dan perikanan. Sampai di sana seperti ikan diolah, lalu kita beli kembali. Serai sudah dikemas rapi. Ini yang selalu saya pikirkan," ujarnya.
Herman sebenarnya punya harapan agar Pulau Sebatik bisa seperti Bandung. Semua produk-produk dalam negeri dijual di Sebatik sehingga saat menjual hasil buminya ke Tawau, para petani tidak belanja di sana melainkan membawa pulang uang hasil penjualan untuk dibelanjakan di Sebatik.
"Supaya ini bisa terwujud, memang Sebatik harus ditingkatkan statusnya menjadi daerah otonom," ujarnya.
Selagi belum menjadi daerah otonom, pengembangan ekonomi Sebatik masih terkendala para sejumlah hal diantaranya infrastruktur dan regulasi.
"Misalnya kita mau datangkan barang masuk ke sini, sementara kita tidak punya pelabuhan. Ambil barang dari luar, kostnya juga besar. Kalau sudah bicara pelabuhan, kecamatan saja tidak bisa. Makanya perlu peningkatan status," ujarnya.