F-PDIP Gunakan Hak DPR Soal Pinjaman Pemerintah ke IMF
Fraksi PDI Perjuangan di Komisi XI akan menggunakan hak DPR terhadap keputusan sepihak pemerintah memberikan pinjaman modal ke
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PDI Perjuangan di Komisi XI akan menggunakan hak DPR terhadap keputusan sepihak pemerintah memberikan pinjaman modal ke International Monetery Fund (IMF) 1 miliar Dolar Amerika Serikat (AS).
"Kami akan bicarakan kepada pimpinan fraksi, apakah kami akan sampai hak menggunakan hak angket atau hak interpelasi," kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, I Gusti Agung Rai Wirajaya, di Jakarta, Selasa (10/7/2012).
Bagi Fraksi PDI Perjuangan, keputusan pemerintah memberikan pinjaman ke IMF itu adalah sebuah keanehan. Sebab, di saat yang bersamaan pemberian pinjaman modal itu, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono justru meminjamkan dana ke pemerintah Australia, Bank Dunia (World Bank), dan Asian Development Bank (ADB), yang bunganya akan ditanggung rakyat melalui pembayaran pajak.
"Apakah IMF memberi efek ke kita? Selama ini toh kita tak gunakan banyak dana IMF. Ini keanehan sikap pemerintah. Lebih banyak manfaatnya kalau dana itu disalurkan ke masyarakat daripada diberikan ke IMF," ujar Gusti.
Selain masalah kepatutan, lanjut Gusti, seharusnya pemerintah membicarakan lebih dahulu rencana pemberian pinjaman ke IMF itu dengan DPR. Sebab, sesuai dengan Undang-undang Keuangan Negara, setiap pembayaran modal pemerintah yang melebihi Rp 100 miliar haruslah mendapat izin dari DPR.
"Ini mengeluarkan pinjaman tanpa izin untuk kepentingan apa? Ini justru pelanggaran hukum. Ada kepentingan apa juga? Hal ini seharusnya dibicarakan dulu dengan DPR, Jangan langsung disepakati sepihak begitu saja," tandasnya.
Gusti mengungkapkan, saat ini tak satupun unsur pemerintah yang mengajak Komisi XI DPR berbicara secara resmi soal pinjaman ke IMF itu.
Bagi Gusti, tak ada pembenaran yang bisa dipakai Presiden SBY atas pemberian dana pinjaman tersebut kendati mengatasnamakan hak prerogatif presiden.
"Kita ada Undang-undang Keuangan Negara. Jadi, harus dibicarakan dulu dengan DPR. Kalau tidak mau ikuti aturan itu, buang saja semua aturan dan undang-undang yang sudah disahkan itu," ketusnya.
Klik Juga: