Sengsarakan Rakyat, DPR Harus Tolak Kenaikan Tarif Listrik
FITRA mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak rencana pemerintah untuk menaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada 2013.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA— Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak rencana pemerintah untuk menaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada 2013. Karena, sebagai wakil rakyat, DPR harus melihat dampak kenaikan itu sendiri yang akan sangat memukul masyarakat sendiri. Dampak siginifikan dari kenaikan TTL ini adalah rakyat miskin akan semakin terjepit, bahkan tidak akan bisa menikmati listrik itu sendiri.
“Seharus DPR menolak kenaikan harga listrik. Karena akan memukul masyarakat miskin sebagai orang yang mereka wakili,” tegas Uchok Sky Khadafi, Koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas FITRA kepada Tribun di Jakarta, Jumat (24/8/2012).
Menurutnya pil pahit yang akan dialami rakyat bisa secara langsung maupun tidak langsung. Pukulan telat yang dilakukan pemerintah, adalah menjadikan masyarakat miskin tidak akan memperoleh aliran listrik secara langsung. “Wong harga dasarnya kemahalan,” ulasnya.
Bukan itu saja, dampak tidak langsungnya kepada masyarakat miskin terkait daya beli masyarakat. Karena ketika, perusahaan lokal akan menaikan harga jual produk mereka di pasal lokal. Sehingga masyarakat kecil tidak akan dapat membeli produk tersebut.
Pengusaha pun, tegas dia, akan kena dampaknya. Khususnya berkaitan dengan margin keuntungaanya yang akan menurun dratis. Untuk itu, pengusahaan yang mau bertahan di Indonesia, akan melakukan rasionalisasi karyawan atau (PHK).
“Karena keuntungaan mereka tidak mau berkurang. Dan bagi yang PMA, penamanam modal asing, atau perusahan asing akan cabut dari Indonesia, karena menganggap subsidi Listrik adalah barang mewah buat mereka.”
“Maka untuk itu, jangan mentang-mentang, presiden SBY tidak akan terpilih kembali jadi presiden ke dua kalinya, maka presiden menanikan subsidi listrik dengan "seenak saja" tanpa mempertimbangakan kehidupan orang-orang miskin. Akan lebih baik presiden, dalam hal ini pemerintah untuk melakukan evaluasi PT PLN yang selama ini menerima subsidi listrik,” pesannya.
Menurutnya, lebih lanjut, ada kemungkinan kesalahaan manajemen dalam pengelelolaan subsidi Listrik yang dilakukan PLN. Dicontohkannya, subsidi listrik tahun 2010 yang diberikan pemerintah kepada PLN seharusnya ssebesar Rp53,6 miliar. Tapi atas perhitungan PLN membengkak menjadi Rp59 triliun. Dan hasil audit BPK menunjukan realisasi subsidi PLN seharusnya sebesar Rp58,1 triliun.
Dan PT. PLN hanya memperoleh subsidi sebesar Rp58,1 triliun atau lebih tinggi realisasi sebesar Rp4,7 triliiun atas realisasi subsidi listrik dari pagu murni tahun 2010 sebesar Rp53,6 triliun. Namun dalam laporan keuangaan pemerintah pusat, subsidi untuk PLN dicantumkan sebesar Rp57,6 Triliun.
Kemudian, imbuhnya, alasan membengkak subsidi PT PLN disebabkan oleh biaya yang tidak seharusnya dibebankan dalam perhitungaan subsidi Listrik, dan manajemen PLN masih jelek dan ambradul hal ini dilihat dari ketidakakuratan dalam pencatatan biaya produksi dan penjualan tenaga listrik.
Sebagai informasi, pemerintah untuk tahun 2012 akan menyesuaikan TTL (tarif tenaga listrik) yang dimulai bulan januari 2013 nanti. Bahasa penyesuaian ini artinya akan menaikan tarif dasar listrik, dan menghapus subsidi listrik secara bertahap. Dimana, pada RAPBN 2013, alokasi subsidi listrik sebesar Rp80,3 Triliun, pada APBN 2012 sebesar Rp64,7 Triliun, dan pada APBN 2011, subsidi listrik sebesar Rp90,4 Triliun, dan subsidi pada tahun 2010 sebesar Rp57,6 Triiun.