Jumat, 3 Oktober 2025

Mempertanyakan Nasib Cetak Biru Batik 2011

Hari ini, Selasa (2/10/2012) adalah tanggal penting saat seluruh elemen bangsa memperingati hari Batik Nasional tahun 2012

zoom-inlihat foto Mempertanyakan Nasib Cetak Biru Batik 2011
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Seorang karyawan sedang menata kain batik khas Cirebon yang dijual di toko batik EB Tradisional, di Plered, Cirebon, Jawa Barat, Minggu (29/7/2012). Toko yang dimiliki oleh Edi Baredi ini menjadi salah satu yang banyak dikunjungi warga yang bepergian dan mudik melewati Cirebon. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, Selasa (2/10/2012) adalah tanggal penting saat seluruh elemen bangsa memperingati hari Batik Nasional tahun 2012. Tahun ini Hari Batik Nasional memasuki tahun ketiga, terhitung sejak pemerintah menetapkannya pada 2 Oktober 2009.

Saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 November 2009 menerbitkan Keputusan Presiden No 33 Tahun 2009 tentang Hari Batik nasional. Ini menjadi pertanda awal usaha meningkatkan citra positif dan martabat bangsa Indonesia di forum internasional, serta untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia. Khususnya Batik.

Bila dikutip dari laman Seskab, tertulis Penerbitan Kepres No 33 Tahun 2009 tersebut sebagai usaha pemerintah  meningkatkan citra positif dan martabat bangsa Indonesia di forum internasional, serta untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia.

Sejarah Indonesia pun mencatat akhir September tahun lalu, tepatnya, Rabu (28/9/2012) bangsa ini telah mengikrarkan memiliki cetak biru pelestarian dan pengembangan batik. Itu ditandai dengan penyerahan cetak biru tersebut dari Menteri Perdagangan saat itu, Mari Elka Pangestu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Saat itu Mari Elka menegaskan cetak biru ini bentuk komitmen pemerintah akan meningkatkan daya saing produk batik agar dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut keterangannya, cetak biru yang disusun Kementerian Perdagangan bersama sejumlah stakeholders (pemangku kepentingan) lainnya merupakan suatu wadah untuk melestarikan dan mengembangkan batik sebagai identitas dan kebanggaan Bangsa Indonesia.

Dalam cetak biru itu disebutkan bahwa pada 2010, jumlah tenaga kerja di industri batik mencapai 916.783 orang dengan nilai produksi mencapai Rp3,9 triliun.

Permintaan batik dalam kurun waktu 2006 - 2010 juga mengalami peningkatan sebesar 59 persen.

Batik juga dinilai telah berkontribusi menggerakkan ekonomi nasional dengan nilai ekspor sebesar 69 juta dolar AS dengan negara-negara yang menjadi tujuan ekspor utama antara lain Amerika Serikat, Belgia, dan Jepang.

Sementara konsumen batik di dalam negeri sebanyak lebih 72,86 juta orang. Sebesar 99 persen dari 55 ribu unit usaha yang bergerak dalam industri batik Indonesia adalah usaha mikro dan kecil.

Mari juga mengatakan saat itu, tahun 2025 mendatang diharapkan batik tidak hanya menjadi tradisi yang hidup di masyarakat Indonesia saja. Tetapi juga sebagai penggerak ekonomi kerakyatan.

Lebih lanjut saat itu dikatakan, cetak biru ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam menyusun kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang dengan arahan, sasaran, dan target kinerja yang jelas mengenai pembangunan ekonomi kreatif berbasis kerakyatan.

Sebagai bagian dari rencana aksi, dalam jangka pendek akan dilaksanakan sejumlah program quick wins antara lain memperbaiki sistem standarisasi batik, membuat kebijakan labeling batik, menyusun strategi komunikasi batik sebagai warisan budaya dan penggerak ekonomi, melakukan pemetaan ragam hias batik keraton, dan inventarisasi buku batik.

Namun, pertanyaannya kini sudah bagaimana implementasi dan realisasi cetak biru ini di lapangan? Sejauh mana atau sudahkah berjalan program-program dalam cetak biru tersebut?

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved