Pejabat RSUD Bone Tilep Dana Rp 2 M
Bone Marthen Benny terpaska harus berurusan denga pihak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar.
Laporan WartawanTribun Timur Rudhy
TRIBUNNEWS.COM MAKASSAR,-- Kepala bidang bina program Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tenriawaru Bone Marthen Benny terpaska harus berurusan denga pihak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar.
Pasalnya, pejabat RS Tenriawaru ini dituding telah memperkaya diiri sendiri dan orang lain dengan cara menilep dana proyek fiktif senilai Rp 2 miliar lebih terkait rehabilitasi pembangunan sejumlah gedung RS dan pengadaaan alat-alat kesehatan (alkes) 2011 lalu.
“Yang bersangkutan dinilai terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain serta koorporsi dengan kewenangan jabatan yang dimiliki,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Muhammad Erwin dalam proses sidang perdana yang dijalani terdakwa di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (5/11).
Adapun pasal yang menjerat terdakwa yakni pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 tahun 2001 yang telah diubah dari UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dengan ancaman hukuman minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara. Sidang ini dipimpin langsung ketua majelis hakim Muhammad Damis didampingi haklim anggota Isjuaedi dan Muh Syahril
Diketahui total anggaran yang dikucurkan dari Kementrian Kesehatan dalam pelaksanaan proyek rehabilitasi gedung bansal berlantai dua itu dan pengadaan alkes di RS tenriawaru mencapai Rp 24 miliar lebih.
Sementara dalam berkas berita acara terdakwa, terungkap fakta, jika proyek yang dimaksud sama sekali tidak ada pelaksanaannya dilapangan. Sementara dana telah terkucur 100 persen dari Kemenkes RI.
Selain Marthen yang terseret dalam kasus ini sejumlah nama juga ikut terseret bahkan turut menjadi tersangka namun berkasnya diajukan secara terpisah.
“Tersangka dalam kasus ini lebih dari satu orang namun berkasnya diajukan secara terpisah,” kata jaksa.
Adapun mereka yang diduga ikut terlibat dalam perkara yang merugikan keuangan negara adalah kepala Bagian Pemasaran BPD Sulsel Cabang Bone Fahmi Tamin.
Namun prosesnya masih ditangani pihak Polda Sulsel lantaran penyidik beranggapan masih ada sejumlah oknum yang bakal ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan Firman ikut terseret dalam perkara ini, karena dinilai telah mencairkan anggaran tanpa melakukan peninjauan ke lokasi proyek yang dimaksud. Firman juga mengabaikan surat keputusan direksi Bank Sulsel tentang perkreditan.
Dalam kasus itu, tersangka meminta untuk membuat kontrak dan surat perintah kerja (SPK) fiktif. Surat-surat itu seolah-olah jika pekejaan tersebut benar adanya. Dokumen fiktif itu kemudian diproses tanpa diteliti.
Setelah ditelaah dan didalami sebagai standar operasional prosedur dan referensi kebijakan kredit yang ditetapkan bank, tidak ditemukan adanya tim yang melakukan survei sebagaimana tertuang dalam dokumen.