Elite Bebas Kritik DPR Biar Bisa Populer
Pernyataan “4 Pemimpin Berani” yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta yaitu Ketua MK Mahfud MD, Ketua KPK Abraham Samad
Penulis:
Rachmat Hidayat
Editor:
Anwar Sadat Guna
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pernyataan “4 Pemimpin Berani” yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta yaitu Ketua MK Mahfud MD, Ketua KPK Abraham Samad, Meneg BUMN Dahlan Iskan, dan Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengundang reaksi dari kalangan DPR.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar yang juga Wakil Ketua MPR Hajrianto Tohari misalnya mengatakan, kritikan yang selalu diarahkan kepada DPR adalah karena DPR adalah satu-satunya lembaga yang bisa dikritik dan dicaci maki tanpa perlawanan.
“Para pengkritik itu juga berhitung risiko juga, mereka menembak DPR karena DPR adalah lembaga paling aman untuk dikritik. Mereka yang hanya berani mengkritik bahkan sampai mencaci maki DPR."
"DPR selama ini juga tidak bisa membalas karena DPR bukanlah satu entitas politik yang satu atau monopolitik karena terdiri dari banyak fraksi sehingga tidak kompak,sehingga mencaci maki DPR sangatlah aman,” ujar Hajrianto kepada wartawan Minggu, (6/1/2012).
Para pengkritik itu, menurut dia, saat ini juga sedang mengalami snobisme yang saat ini lagi "mbanyaki" ingin populer tapi ingin tetap aman.
”Ya, mereka terjangkiti masalah Snobisme yang beraninya cuma sama DPR. Misalnya Dahlan Iskan, menindak direksi BUMN saja tidak berani! Beraninya cuma sama penjaga pintu tol, cleaning service, dan masinis kereta api saja kok! Biar kelihatan gagah dan kritis maka mengolok-olok DPR."
"Dia kan punya kewenangan lebih dari sekadar memaki-maki petugas tol, misalnya, jika ada yang tidak beres dengan jalan tol, pecat dirutnya, kenapa yang dijadikan sasaran petugas pintu tol? Kasihan mereka jadi korban menteri yang mencari populer saja,” tegasnya.
Gejala caci maki DPR selain oleh para elite non parpol yang mencari populer dengan cara aman ini saat ini juga telah menyebar kepada aktivis-aktivis ingusan.
“DPR terus dijadikan sangsak uji coba keberanian bagi para pengritik untuk dihantam dari segala arah dan sudut, bahkan tragisnya oleh seorang aktivis yang masih ingusan sekalipun. Alhasil, banyak orang yang beraninya sama DPR saja.Ini lah produk reformasi dimana orang bebas dan merdeka bicara apa saja," kata Hajrianto lagi.
”Jika di awal kemerdekaan semboyannya 'sekali merdeka tetap merdeka', maka di era reformasi slogannya adalah 'sekali merdeka, merdeka sekali',” tambahnya.