Ritual Nyangku, Hanya Lima Pusaka yang Dimandikan
TRADISI memandikan benda pusaka peninggalan raja-raja Kerajaan Panjalu yang dikenal dengan ritual Nyangku
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM - TRADISI memandikan benda pusaka peninggalan raja-raja Kerajaan Panjalu yang dikenal dengan ritual Nyangku, akan digelar Senin (4/2/2013). Sejumlah raja, pangeran dari beberapa kerajaaan nusantara dan ketua adat, seperti dari Kesultanan Cirebon, Kesultanan Solo, hingga Pangeran Sumedang diagendakan hadir pada acara Nyangku tahun ini.
"Sejumlah tokoh atau ketua kampung adat juga diundang untuk hadir. Para pejabat dari Ciamis juga diundang termasuk tokoh masyarakat. Kami juga masih menunggu konfirmasi kehadiran Wakil Gubernur Jawa Barat," ujar Rd Edi Hermawan Cakradinata, keturunan Raja Panjalu Pangeran Borosngora yang juga pengurus Yayasan Borosngora Panjalu kepada Tribun, Sabtu (2/2/2013).
Tidak jauh berbeda dengan pelaksanan Nyangku pada tahun-tahun sebelumnya, ujar Edi, ritual Nyangku tahun ini juga dimulai dengan prosesi membawa berbagai jenis benda pusaka yang disimpan di museum Bumi Alit. Benda-benda pusaka itu, ujar Edi, satu persatu dipangku oleh jajaran pembawa benda pusaka dengan berjalan kaki ke sisi Situ Lengkong.
Selanjutnya benda-benda pusaka tersebut dibawa menyeberangi Situ Lengkong untuk sampai ke makam Pangeran Borosngora yang terletak di pulau Nusa Gede. Setelah itu berbagai jenis benda pusaka peninggalan Pangeran Borosngora tersebut dibawa kembali melintas Situ Lengkong dan dibawa ke Alun-Alun Panjalu.
Di atas panggung khusus, berbagai jenis benda pusaka tersebut dimandikan dengan air khusus yang didatangkan dari sembilan mata air. Seperti mata air Cipanjalu, Ciomas, Gunung Syawal yang dibawa menggunakan kale (tempat air dari bambu) yang dibawa oleh nenek-nenek janda yang sudah menopause (tidak haid lagi). Biasanya air bekas pencucian benda pusaka pada tradisi Nyangku tersebut sering jadi rebutan ribuan warga yang berdatangan ke Alun-Alun Panjalu.
Pada puncak acara Nyangku yang digelar beseok Senin, kata Edi, hanya ada lima benda pusaka yang bakal dimandikan. Kelima benda pusaka yang akan dimandikan itu adalah pedang tua yang diyakini sebagai pedang peninggalan Syaidina Ali yang dihadiahkan kepada Pangeran Borosngora, tongkat (cis), kujang tua, serta dua keris komando.
Setelah dimandikan dan kembali dibalut atau dibungkus dengan kain batik khusus, ujar Edi, berbagai benda pusaka peninggalan Pangeran Borosngora tersebut kembali disimpan di Museum Bumi Alit. Benda-benda pusaka itu akan kembali dikeluarkan pada acara Nyangku tahun depan.
Sabtu (2/2/2013), digelar tradisi pennyucian benda pusaka (Jamasan) peninggalan Kanjeng Prebu RAA Kusumadiningrat (Bupati Galuh ke-16) di Museum Galuh Pakuan Jl KH A Dahlan Selagangga Jambansari Ciamis.
Tradisi Jamasan yang dipimpin Rt Toyo Jayakusumah (keturunan langsung Kanjeng Prebu), dihadiri oleh para keturunan RAA Kusumadiningrat baik yang tinggal di Ciamis, Sumedang, dan daerah atau kota lainnya di luar Ciamis dan Sumedang.
Menurut Rd Toyo yang akrab dipanggil Aom Toyo, tradisi Jamasan ini bukanlah untuk mengkeramatkan benda-benda pusaka peninggalan Kanjeng Prebu RAA Kusumadiningrat, namun untuk merawat berbagai benda bersejarah peninggalan Bupati Galuh ke-16 yang berkuasa pada abad ke-19 tersebut. Pada masa pemerintahannya, Kanjeng Prebe berhasil menghapuskan kebijakan tanam paksa penjajah Belanda di Tatar Galuh.
Beberapa jenis benda pusaka yang dimandikan pada tradisi Jamasan di Jambansari, Sabtu siang kemarin, di antaranya pedang komando, tombak, beberapa jenis keris termasuk keris Si Betok yang menjadi andalan RAA Kusumadiningrat dan golok besar atau gobang. (Tribun Jabar/sta)
Baca juga: