Rabu, 15 Oktober 2025

681 Desa di Lampung Tak Ada Listrik

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung mengakui masih ada 681 desa yang belum teraliri listrik

Editor: Budi Prasetyo
zoom-inlihat foto 681 Desa di Lampung Tak Ada Listrik
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Petugas PLN mengukur suhu atau panas pada titik-titik sambungan peralatan tegangan tinggi menggunakan thermogun di Gardu Induk Penggilingan, Jakarta Timur, Kamis (27/12/2012). Gardu Induk Penggilingan merupakan satu dari 500 titik gardu induk se-Jawa-Bali yang rawan banjir. PLN telah menyiapkan beberapa skenario untuk antispasi banjir di gardu induk seperti membangun tanggul, penyediaan pompa, dan perahu. KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Laporan Reporter Tribun Lampung, Wakos Reza Gautama

TRIBUNNEWS.COM  BANDARLAMPUNG,  -- Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung mengakui masih ada 681 desa yang belum teraliri listrik. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Prihatono menjelaskan, jumlah desa di Lampung sebanyak 4.355 desa. "Artinya yang sudah teraliri listrik mencapai 80 persen," kata Prihartono, Rabu (13/2/2013).

Guna memenuhi 100 persen desa teraliri listrik, papar Prihatono, perlu ada energi baru seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). "Tahun ini kami fokus pada PLTS di beberapa desa terpencil," katanya,.

Selain PLTS, Distamben sedang melakukan penelitian pemanfaatan energi angin. Energi angin ini berguna untuk pembangkit tenaga listrik. Prihatono menuturkan, penelitian dilakukan di empat tempat yakni di pesisir Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Timur, dan Lampung Selatan.

"Kami ingin tahu apakah angin bisa dimanfaatkan sebagai energi baru untuk pembangkit tenaga listrik," katanya.

Prihatono mengatakan, dalam memanfaatkan tenaga angin sebagai energi baru tidaklah mudah. Menurutnya, perlu dikaji dari berbagai aspek untuk menentukan apakah Lampung bisa memanfaatkan angin sebagai energi baru.

Kepala Seksi Pengelolaan Energi Distamben Hendarmin menambahkan, penelitian yang dilakukan menggunakan anemometer. Penelitian tersebut membutuhkan waktu kurang lebih 2 sampai 3 tahun. Sementara penelitian baru dimulai tahun 2012 kemarin.

Hendarmin mengutarakan, ada beberapa hal yang mesti dikaji untuk pemanfaatan angin. Penelitian itu, lanjutnya, akan melihat kecepatan angin, arah angin, dari sisi klimatologi, kontur wilayah dan lainnya.

Namun penelitian bisa berlangsung cepat jika swasta yang mengambil alih. Hendarmin mengatakan, pemerintah keterbatasan anggaran untuk penelitian itu. Jika swasta yang melakukan penelitian, paparnya, bisa lebih cepat dengan teknologi canggih.

Tidak hanya Distamben yang melakukan penelitian, Institut Teknologi Bandung (ITB) juga, ucap Hendarmin, pernah melakukan penelitian serupa di Desa Ratu Tenumbang Kecamatan Krui Selatan, Lampung Barat.

Menurut dia, ITB telah mendirikan menara pengukuran angin di desa tersebut sejak tahun 2012 lalu. "Sayangnya penelitian itu sekarang terhenti karena menaranya roboh terkena musibah banjir," ungkap Hendarmin.

Karena adanya bencana banjir tersebut, kata Hendarmin, pihak ITB sedang mengkaji ulang untuk melakukan penelitian kembali di Lampung Barat. Ia mengatakan, awalnya ITB memprediksi Desa Ratu Tenumbang mempunyai potensi pemanfaatan energi angin.

Hendarmin mengutarakan, potensi energi yang bisa dihasilkan sebesar 1 megawatt (MW). Jika memang berpotensi, di Desa Ratu Tenumbang akan dibangun beberapa kincir angin. "Kalau terealisasi ini bisa jadi objek wisata," ujarnya. (*)

Baca  Juga  :

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved