PBHR: Anggaran PSU Morowali Tabrak Undang-Undang
Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang rencananya akan digelar oleh KPUD Propinsi Sulawesi Tengah pada 15 Maret
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang rencananya akan digelar oleh KPUD Propinsi Sulawesi Tengah pada 15 Maret sangat rawan terjadi tindak pidana korupsi. PSU yang digelar berdasarkan putusan MK nomor perkara 98/PHPU.D-X/2012 dan 99/PHPU.D-X/2012 yang memerintahkan pelaksanaan PSU dilaksanakan 60 hari setelah putusan MK ini.
Hal itu diungkapkan Ferry Anwar, Deputi Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulteng merujuk pada memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangani carateker bupati Morowali dan KPUD Sulteng terkait anggaran PSU sebesar Rp 25 miliar (28/2/2013).
“Dana Rp 25 miliar diambil dari pemotongan anggaran setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) karena APBD Morowali untuk tahun 2013 sudah ketok palu,” ujar Ferry Anwar, dalam rilisnya.
Menurut dia, pemotongan anggaran SKPD jelas-jelas melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 57 tahun 2009 tentang perubahan atas peraturan menteri dalam negeri nomor 44 tahun 2007 Tentang pedoman pengelolaan belanja pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah pasal 30 ayat (4) dan (5).
Ferry pun membantah alasan Carateker Bupati Morowali ataupun KPUD Sulteng bahwa PSU Morowali dapat dikondisikan dalam keadaan darurat karena dianggap dapat menimbulkan konflik sosial, sebagai pembenaran pengganggaran dan implementasi anggaran PSU.
“Dengan menggunakan alasan konflik sosial maka KPUD Sulteng menggunakan mekanisme penunjukkan langsung kertas suara (Logistik PSU) yang besar anggarannya Rp 1,1 Miliar. Apa itu bisa dibenarkan,” katanya.
Dia pun mendesak agar pengganggaran PSU Morowali dilakukan berdasarkan tahapan penganggaran dan penggunaan APBD yang telah diamanatkan oleh perundang-undangan. Hal ini agar Pemkab Morowali tidak asal menabrak peraturan perundangan-undangan hanya karena alasan telah terjadi situasi luar biasa di Morowali apabila PSU lambat digelar.