Dapat Warning dari Menkeu, Dirut PLN : Hal yang Sangat Biasa, PLN Itu Kaya!
"Sebenarnya tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatir. Kan kita punya plafon Rp 31 sekian triliun buat pinjam yang setiap saat bisa bayar."
Penulis:
Apfia Tioconny Billy
Editor:
Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basyir bereaksi menyusul beredarnya surat penting dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani perihal risiko keuangan di internal PT PLN (Persero) terkait dengan program kelistrikan 35.000 MW.
Sofyan Basir menganggap surat peringatan dari Menkeu tersebut sebagai hal yang biasa. Menurutnya itu adalah niat baik Sri Mulyani untuk mengingatkan kewajiban PLN.
"Tidak ada yang perlu dikagetkan karena itu hal yang sangat biasa, dalam ketentuan debitur para pemberi pinjaman kadang-kadang dia bilang, eh kamu punya DSR harus sekian satu setengah kali," ungkap Sofyan Basir saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Rabu (27/9/2019).
Sofyan Basir menjelaskan, PLN memang memiliki kewajiban kepada para debitur seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang mensyaratkan rasio pembayaran utang atau rasio pembayaran utang (debt service ratio/DSR) minimal 1,5 kali.
Baca: Isi Bocoran Surat Sri Mulyani ke Kementerian ESDM tentang Kondisi Keuangan PLN
Baca: Luhut Beri Sinyal Reklamasi Pulau G Akan Dilanjutkan, Sanksi ke Pengembang Dicabut
Sofyan Basir menekankan agar tidak perlu mengkhawatirkan kondisi keuangan PLN disebutnya masih sehat.
"Sebenarnya tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Kan kita punya plafon Rp 31 sekian triliun buat pinjam yang setiap saat bisa bayar. Kita subsidi tagihan tertunda punya Rp 18 triliun yang tahun ini bisa Rp 51 triliun. Orang kaya PLN itu," tutur Sofyan Basir.
Posisi aset PLN saat ini tercatat sebesar Rp 1.300 triliun, dengan ekuitas Rp 900 triliun dan hutang Rp 300 triliun.
Surat Menkeu Sri Mulyani berisi 5 poin, yakni sisi keuangan yang terus mengalami penurunan seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman , kebergantungan PLN dari pinjaman, profil jatuh tempo bunga PLN yang terus meningkat, efisiensi dan penyesuaian target proyek kelistrikan 35.000 MW.