Sabtu, 20 September 2025

Pengusaha Jepang Ingin Berdamai dengan Indonesia Soal Larangan Ekspor Minerba

Pihak pengusaha Jepang memang masih tetap penasaran dengan larangan ekspor minerba Indonesia sejak tahun lalu (2014).

Editor: Dewi Agustina
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Naohisa Miyakawa, Ketua Umum Asosiasi Industri Pertambangan Jepang. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Naohisa Miyakawa, Ketua Umum Asosiasi Industri Pertambangan Jepang yang kemarin selesai masa tugasnya sebagai Chairman tetap berharap kepada pemerintah Jepang agar permasalahan larangan ekspor minerba  Indonesia bisa diselesaikan dengan tuntas antara Indoensia dan Jepang. Sebab pihak pengusaha Jepang masih tetap berharap kebijakan tersebut dapat diubah nantinya.

"Pada hakekatnya kami ingin menyelesaikan dengan baik persoalan larangan ekspor minerba Indonesia, sebelum dibawa ke badan perdagangan dunia (WTO)," papar Naohisa Miyakawa, Ketua Umum Asosiasi Industri Pertambangan Jepang dalam
jumpa pers, Rabu (25/3/2015).

Pihak pengusaha Jepang memang masih tetap penasaran dengan larangan ekspor minerba Indonesia sejak tahun lalu (2014). Namun juga merasa perlu membawa persoalan ke WTO karena merasa dirugikan.

"Kami sebenarnya merasa dirugikan dengan keputusan sepihak Indonesia melarang ekspor minerba tersebut, itu sebabnya kami ingin bawa ke WTO kalau bisa," ungkap sumber Tribunnews.com dari kalangan swasta Jepang, Kamis (26/3/2015).

Dalam wawancara khusus Tribunnews.com beberapa waktu lalu dengan Miyakawa menginginkan berdamai dengan Indonesia tidak melalui WTO.

"Pihak pemerintah Jepang sangat hati-hati sekali, masih mempertimbangkan baik-baik karena ini menyangkut negara
serta kaitan hubungan baik yang sudah ada selama ini harus dijaga dengan baik. Jangan sampai karena hal ini hubungan kedua negara jadi rusak. Kami pun dari pihak asosiasi sebenarnya ingin berdamai agar tercapai kesepakatan win-win solutions bersama," ungkap Miyakawa.

Mengenai solusi misalnya menaikkan pajak ekspor dan membangun smelter di Indonesia, Miyakawa juga melihat hal tersebut agak sulit.

"Secara keseluruhan bisnis pertambangan ini khususnya nikel yang diimpor dari Indonesia tidak menguntungkan besar. Jadi kalau dikenakan misalnya pajak ekspor yang besar, hal ini menjadi beban berat dan kami masih akan menghitung lebih serius lagi besar keuntungan lebih lanjut. Sepertinya sulit untuk mendapatkan untung yang pantas kalau sampai kebijakan tersebut diubah dengan peningkatan pajak ekspor yang tinggi," ujarnya.

Dari data asosiasi tersebut per tahun 2013 untuk nikel saja dari 85.403 ton yang diimpor Jepang, 42.022 ton diimpor dari Indonesia. Berarti 49,2 persen nikel dari Indonesia dan kebutuhan Jepang sangat tergantung dari Indonesia.

Tak heran produsen dan industri nikel Jepang khususnya 'berteriak' saat larangan ekspor minerba Indonesia diberlakukan Januari tahun 2014.

Jumlah tersebut kemudian disiasati Jepang dengan mengimpor dari Filipina mulai Februari 2014 dan Maret 2013 dari Chili. Selain itu juga ada impor dari New Kaledonia.

Tags
Jepang
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan