Jadi Tuan Rumah Olimpiade 2020 Jepang Tak Terlepas dari Lobi dan Uang
Kasus sogok menyogok Komite Olimpiade Internasional (IOC) sebenarnya bukan hal baru di dunia olimpiade.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kasus sogok menyogok Komite Olimpiade Internasional (IOC) sebenarnya bukan hal baru di dunia olimpiade.
Di mana pun terjadi dan merupakan hal yang biasa. Apalagi kalau dilakukan swasta, tak ada kaitan dengan pemerintah dan tidak salah pemerintah.
"Untuk mendapatkan kota kita sebagai tempat Olimpiade dunia, maka sudah merupakan hal yang biasa untuk saling melobi sejak lama serta peredaran uang ke sana sini," kata Yutaka Morohoshi (69), profesor Universitas Obiron Tokyo Jepang dalam acara Rabu (25/5/2016) di Tokyo MX.
Sementara kasus sogok menyogok, dengan istilah penggunaan konsultan dari Singapura oleh perusahaan besar Jepang Dentsu Inc, dianggapnya merupakan bagian dari pengumpulan dana swasta pendukung Olimpiade, tak ada kaitan dengan pemerintah.
"Jadi kalau yang bergerak swasta ya saya rasa tak ada kaitannya dengan pemerintah dan hal itu sah-sah saja tak masalah bukan, tak ada kesalahan di pihak pemerintah Jepang yang berhasil jadi tuan rumah Olimpiade 2020 untuk Tokyo mendatang," tambahnya.
Peredaran uang ke berbagai pihak terkait Olimpiade sudah dilakukan sejak lama di berbagai negara dan hal itu juga bukan dengan cara mendadak, tetapi sudah sejak berteman lama dengan berbagai pihak sana sini.
Dicontohkan Rusia yang sebenarnya tak mungkin dapat tempat sebagai tempat Olimpiade, ternyata bisa memperolehnya tahun 2014 untuk Olimpiade musim dingin Sochi.
"Rusia melobi berbagai perkumpulan olahraga di berbagai negara dengan sumbangan sana-sini sehingga orang dari berbagai negara senang. Kini waktunya untuk balas budi maka mendukung Rusia sebagai tempat Olimpiade musim dingin. Itulah yang terjadi dalam dunia olimpiade," jelasnya lagi yang mengaku pernah ikut bersama para pelobi internasional Olimpiade untuk berbagai event olahraga dunia.
Beberapa waktu lalu, hasil penyelidikan wartawan NHK Jepang ke sebuah perusahaan konsultan Singapura bernama Black Tidings dengan bosnya Tan Tong Han, ternyata merupakan perusahaan kertas.
Han merupakan teman akrab Papa Massata Diack, putera Lamine Diack (Presiden IAAF tahun 1999-2015). Papa sebagai konsultan dari IAAF (Federasi Asosiasi Atletik Internasional) bekerjasama dengan Han membentuk perusahaan tersebut.
Setelah dikunjungi ke Singapura, ternyata lokasi perusahaan konsultan tersebut di dalam Perumahan Nasional (Perumnas) Singapura yang jorok dan sangat tidak pantas sebagai kantor.
Informasi dari sumber Tribunnews, kantor tersebut tak pernah kelihatan ada kesibukan dan tak pernah kelihatan ada lelaki.
"Selalu yang kelihatan hanya wanita di sana dan penampilannya bukan sebagai pekerja kantor," ungkap sumber tersebut.