Maraknya Pemalsuan Kematian di Jepang akibat Keluarga Korban Tak Mau Autopsi
Kasus pemalsuan kematian ternyata banyak dilakukan di Jepang. Dari kasus bunuh diri hingga meninggal mendadak di tempat pemandian air panas.
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kasus pemalsuan kematian ternyata banyak dilakukan di Jepang. Dari kasus bunuh diri hingga meninggal mendadak di tempat pemandian air panas ternyata adalah korban pembunuhan, termasuk oleh keluarganya sendiri.
"Tidak sedikit pemalsuan kematian di Jepang. Tapi saya langsung bisa tahu, bahkan dari melihat foto dan korban langsung bisa tahu kalau dibunuh atau bunuh diri," ungkap Takagi, ahli forensik profesional kepolisian Jepang.
Pengalamannya mengenai bunuh diri misalnya korban ditemukan di sebuah rumah. Polisi segera memotret korban dan diperlihatkan kepada Takagi yang juga melihat korban langsung di kamar khusus autopsi.
"Kalau bunuh diri biasanya kerah baju atau rambut panjang wanita tidak terangkat. Tapi kalau dibunuh kelihatan bagian kerah baju atau rambut wanita akan terangkat, sedikit terlihat aneh ikatan tali yang mencekik leher dengan kerah baju dan rambut wanita yang tidak wajar. Tapi kalau benar bunuh diri maka kerah baju dan rambut akan rapi terpisah dari tali bunuh diri di leher," jelasnya.
Lalu mengenai kematian di tempat pemandian umum bisa kelihatan dari muntahan yang keluar dari mulut.
Jika kematian itu wajar biasanya memang agak banyak muntahan keluar dari mulut korban.
"Tapi kalau pembunuhan, misalnya diberi obat tertentu dicampur ke dalam minuman keras bir dan sebagainya biasanya muntahannya sedikit. Dari situ bisa ketahuan," jelas dia.
Pihak keluarga biasanya menganggap bunuh diri atau kematian wajar karena minum alkohol sambil berendam air panas, sehingga tidak mau diautopsi.
"Tapi pembunuhnya juga ada yang dari dalam keluarga sendiri misalnya dokter atau anggota keluarga yang mengetahui soal chemistri bahan kimia, biasanya mereka pelakunya, cara pembunuhan seolah bunuh diri atau kecelakaan wajar, sehingga tak mau diautopsi. Saya yang melihat korban, biar bagaimana jelas pembunuhan, tapi ya tak bisa apa-apa karena keluarga menentang autopsi dan berarti tak bisa ada bukti konkrit untuk kasus pembunuhan. Sulit dijadikan kasus tindak pidana pembunuhan," kata dia.