Selasa, 7 Oktober 2025

Seratus Tahun Kesunyian: Kisah yang membentuk Amerika Latin

Ketika Gabriel García Márquez menulis One Hundred Years of Solitude, atau Seratus Tahun Kesunyian, dia membayangkan kembali asal usul benuanya.

Sebelum Seratus Tahun Kesunyian, Amerika Latin punya kemiripan tertentu dengan tempat imajiner yang digambarkan dalam paragraf pertama dari novel: "Dunia terlihat begitu muda sehingga banyak benda belum bernama, dan untuk menyatakan benda-benda itu kita harus menunjuknya".

Benua itu, tentu saja, bukanlah tempat baru ketika Gabriel García Márquez menulis novelnya yang terkenal: para penulis yang dikenal sebagai Cronistas de Indias, pada abad 15 dan 16, melakukan tugas mendeskripsikan tanah; mereka menamai hal yang tidak diketahui saat melihat mereka untuk pertama kalinya.

Beberapa dekade kemudian, García Márquez memulai Penemuan Benua Amerika yang kedua. Dari studionya yang kecil di Mexico City, dengan sabar menulis di mesin tiknya, dia membayangkan kembali asal-usul benua tersebut dan dengan itu mengubah masa depannya selamanya.

Selama paruh kedua abad ke-20, Amerika Latin mengalami masa tegang. Beberapa negara – seperti Chili, Kolombia dan Meksiko – berjuang dengan ketidakstabilan, kediktatoran, dan kekerasan politik.

Hal ini menyebabkan perubahan sosial yang tiba-tiba dan, untuk sebagian besar, membingungkan, termasuk Revolusi Kuba, yang dipimpin oleh Ernesto Che Guevara dan Fidel Castro.

Ketika García Márquez berada di tahap pertama dari kisah besarnya, ia menjadi terpesona dengan peristiwa-peristiwa di Kuba. Yang paling mengejutkan adalah kemungkinan nyata adanya tatanan baru bagi negara-negara di belahan bumi ini, jauh dari tekanan dan tuntutan Amerika Serikat.

Banyak intelektual – Mario Vargas Llosa, Jean-Paul Sartre, Albert Camus dan Simone de Beauvoir, di antara banyak lainnya – membagikan antusiasme García Márquez. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, sebagian besar dari mereka menjadi kecewa dan menjauhkan diri darinya.

Tapi tak bisa disangkal bahwa revolusi memiliki dampak besar pada Seratus Tahun Kesunyian: itu memberi García Marquez harapan atas nasib Amerika Latin.

Merajut sebuah epos

Menulis karyanya, bagaimanapun, tidaklah mudah.

Pada saat itu, ia tinggal bersama Mercedes, istrinya, dan dua putranya, Rodrigo dan Gonzalo, di Mexico City. Mereka telah melarikan diri dari Kolombia karena García Márquez tidak merasa nyaman dengan pemerintahan sayap kanan di negaranya.

Dia tinggal di luar negeri – sebelum menetap di Mexico City, dia menghabiskan waktu di Caracas, Paris, dan Barcelona – sambil memelihara ambisinya untuk menjadi seorang novelis terkenal di dunia.

Tetapi keluarga itu berjuang untuk bertahan hidup dengan upah rendah sebagai koresponden internasional untuk sejumlah majalah dan surat kabar berbahasa Spanyol. Buku-bukunya sebelumnya sangat dipuji namun gagal secara komersial.

García Márquez tahu dia memiliki kisah yang hebat, tetapi dia tidak bisa menemukan jalan yang tepat untuk novel epik yang ada dalam benaknya.

Ada banyak legenda – yang, sepanjang perjalanan hidupnya, dia tidak pernah peduli untuk mengkonfirmasi atau menyangkal – tentang bagaimana dia menemukan inspirasi dan mengatasi ganjalan yang melanda dirinya.

Sumber: BBC Indonesia
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved