Ahli Jepang, Pemulihan Lokasi Bencana di Sulawesi Tengah Mungkin Bisa Mencapai 10 Tahun
Di Posyandu banyak wanita pengungsi ini yang membuat kerajinan tangan lalu dijual, misalnya tatakan gelas, tatakan meja.
Editor:
Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemulihan lokasi bencana alam di Sulawesi Tengah seperti kota Palu mungkin bisa mencapai 10 tahun untuk kembali normal seperti sebelumnya.
"Saya seringkali ke Indonesia dan terakhir sekitar Maret-Mei 2019 selama 45 hari di Palu sana," ungkap Yoko Tanaka, Senior Consultant Koei Research & Consulting Inc., dan anggota tim pemulihan mata pencaharian untuk proyek JICA (Badan Kerjasama Internasional Jepang) Pengembangan Rencana Ketahanan Risiko Bencana Regional di Sulawesi Tengah JICA, khusus kepada Tribunnews.com Selasa ini (21/5/2019).
Tanaka yang sudah sering ke Indonesia, bahkan tinggal di Indonesia bila dijumlah sekitar 8 tahun, merasa prihatin dengan lokasi tempat pengungsian di Sulawesi Tengah.
"Mereka tidak sedikit yang stress, menunggu bantuan logistik dari Pememerintah maupun donatur
yang terkadang kurang cukup untuk dibagikan ke semua penghuni, kecemburuan satu sama lain dan
timbul ketegangan," tambahnya lagi.
"Koordinator Shelter yang melakukan kerja sukarela juga mengakui tidak terima uang apa pun. Sementara koordinator tersebut menerima keluhan banyak dari penghuni shelter tersebut mengenai berbagai hal, baik pembagian sembako, air bersih dan sebagainya."
Dari informasi yang diperoleh Tanaka, “Bantuan logistik dari berbagai pihak mulai berkurang, namun Pemda setempat tetap berusaha mengalokasikan anggaran untuk pengadaan beras bagi pengungsi di shelter dan huntara.”.
Melalui kerjasama dengan Pemda setempat, JICA membantu kelompok wanita pengungsi ini untuk membuat kerajinan tangan lalu dijual, misalnya tatakan gelas, tatakan meja, lembaran (sheet) dari daun semacam pohon kelapa.
"Yang jelas kalangan wanitanya cukup rajin melakukan kerja sendiri dan bertahan untuk hidup di setiap perkemahan darurat mereka. Jumlah yang mengungsi sekitar 700 kepala keluarga kemungkinan," paparnya lagi.
"Demikian pula Pemda bekerjasama dengan JICA membantu beberapa kelompok untuk memulai kembali
usaha makanan dan minuman, dengan memberikan alat masak dan juga menyediakan lokasi untuk dijadikan
semacam pasar. Di sana kelompok kuliner tersebut berjualan makanan tradisional, kue dan lainnya."
Kegiatan bantuan di lapangan melalui Proyek kerjasama JICA tersebut, sesuai rencana JICA dan Bappenas Indonesia, akan berlangsung sampai Agustus 2020 dengan team ahli Jepang sekitar 50 orang.
Apabila melihat kerusakan bencana alam September tahun lalu itu, menurutnya lagi, memang cukup parah dan bisa berlangsung lama pemulihan tempat tersebut.
"Mungkin pemulihan lokasi itu bisa mencapai 10 tahun. Lihat saja lokasi pengungsian bencana di Jepang Timur juga sama. Walau telah berlangsung 8 tahun, sampai kini walaupun ada yang sudah kembali, tetap saja ada yang masih berada di penampungan para pengungsi di daerah Tohoku sana," ungkapnya lagi.
Ada dua hal yang sangat diprihatinkan Tanaka yaitu Air minum yang bersih dan Listrik belum
semuanya terpasang di tempat yang akan dihuni oleh para korban bencana ini.
"Dua hal tersebut sebenarnya sangat penting dalam kehidupan untuk berbagai aktivitas sehari-harinya," tekannya lagi.