Kerugian yang Dialami Pasien dan Dokter karena Aturan Baru BPJS Kesehatan
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prof. Dr. I. Oetama Marsis, Sp.OG, menganggap 3 peraturan baru BPJS Kesehatan merugikan.
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prof. Dr. I. Oetama Marsis, Sp.OG, menganggap 3 peraturan baru BPJS Kesehatan merugikan masyarakat.
PB IDI mengungkapkan Perdirjampel (Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan) BPJS Kesehatan nomor 2, 3, dan 5 merugikan masyarakat dalam mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas.
"Sebagai organisasi profesi kami menyadari adanya defisit pembiayaan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)."
"Namun hendaknya hal tersebut tidak mengorbankan keselamatan pasien, mutu layanan kesehatan dan kepentingan masyarakat," seperti dikutip dari siaran pers PB-IDI 'Perdirjampel BPJS Kesehatan No. 2, 3, dan 5 Tahun 2018 Menurunkan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Merugikan Masyarakat' pada 2 Juli 2018.
Adapun 3 peraturan BPJS Kesehatan No. 2, 3, dan 5 tahun 2018 yang dianggap merugikan masyarakat yaitu berisi tentang:
1. Bayi baru lahir dengan kondisi sehat post-operasi caesar maupun per vaginam dengan atau tanpa penyulit dibayar dalam 1 paket persalinan.
2. Penderita penyakit katarak dijamin BPJS Kesehatan apabila visus kurang dari 6/18 dan jumlah operasi katarak dibatasi dengan kuota.
3. Tindakan rehabilitasi medis dibatasi maksimal 2 kali per minggu (8 kali dalam 1 bulan).
Baca: Sekjen Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Sebut Peraturan Baru BPJS Tidak Mementingkan Mutu
Dalam siaran pers, juga disebutkan 3 peraturan ini tidak hanya merugikan pasien, namun juga para dokter.
Pasien:
1. Semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat bahkan kematian.
Perdijampel nomor 3 bertentangan dengan semangat IDI untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi.
2. Kebutaan katarak di Indonesia salah satu yang tertinggi di dunia.
Perdirjampel nomor 2 dengan quota akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat.
Kebutaan menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko cedera dalam melakukan aktivitas sehari-hari.