Kamis, 13 November 2025

SBY Jadi Korban Invisible Group Karena Terlalu Aktif di Media Sosial

Ketum Umum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono mengaku menjadi korban kelompok penyebar fitnah

Repro/Kompas TV
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato politiknya dalam acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) sekaligus Dies Natalis Partai Demokrat di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (7/2/2017) malam. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketum Umum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono mengaku menjadi korban kelompok penyebar fitnah di media sosial atau invisible group.

Hal itu terjadi karena SBY sering menjadi sasaran kritik, cibiran dan umpatan karena memang kerap mengemukakan pandangannya di media sosial.

Dengan demikian menurut Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar, kritik dan lain sebagainya dari nitizen merupakan konsekuensi yang tidak terelakan ketika aktif di media sosial.

"SBY sering dikritik karena ia kerap mengemukakan pandangannya di media sosial. Menurut saya, hal itu merupakan konsekuensi yang tidak terelekan dirinya yang terlalu aktif di media sosial," ujar Erwin Natosmal kepada Tribunnews.com, Rabu (8/2/2017).

Selain itu Erwin Natosmal juga mengingatkan bukan hanya SBY yang diserang oleh nitizen di Media sosial.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menjadi korban kritikan dan umpatan para nitizen.

"Masalahnya, kan tidak hanya SBY yg jadi korban. Presiden Jokowi pun kerap jadi korban," tegas Erwin Natosmal.

Oleh karena itu, selain mengimbau pihak lain untuk berhenti memproduksi hoax, menurutnya, SBY juga harus meminta para pendukungnya untuk melakukan hal yang sama.

"Sehingga tidak terkesan hanya SBY yang menjadi korban. Tapi banyak orang juga yang mengalami hal yang sama," katanya.
Dalam pidatonya, SBY juga menyoroti soal kebijakan ekonomi pemerintah Presiden Joko Widodo. Presiden RI ke-6 itu mengingatkan agar pembangunan jangan hanya mementingkan fisik semata, dalam hal ini investasi infrastruktur.

"Ya pemerintah harus bangun infrastruktur karena itu kita ketinggalan selama satu dekade ini. Apa yang dilakukan Jokowi termasuk menghidupkan kembali infrastruktur-infrastruktur yang mangkrak dari periode-periode sebelumnya. Kalau tidak, ini akan jadi besi tua," ucap Andreas.

Sebelumnya SBY menyoroti soal liarnya informasi di media sosial saat memberikan pidato politik dalam acara rapimnas partainya. SBY menyebut kerap menjadi korban di medsos.

"Saya adalah salah satu korban dari invisible group yang bekerja bagaikan mesin penghancur. Kata-kata yang digunakan tidak perlu saya utarakan, karena bisa merusak jiwa yang mendengarnya," kata SBY di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2).

Menurut SBY, medsos kini sudah sesak oleh caci-maki. Kesantunan tak ada lagi, sehingga diibaratkan oleh SBY, etika di medsos sudah masuk museum sejarah yang sepi pengunjung.

"Banyak pihak yang tidak bersalah, innocent, ikut menjadi korban. Kita sedih karena medsos yang seharusnya ikut mencerdaskan bangsa didominasi kalangan tidak beradab, uncivilized," ujarnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved