Korupsi KTP Elektronik
Mahfud MD: Agus Rahardjo Tak Harus Mundur
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Dr Mohammad Mahfud MD menilai tudingan Fahri Hamzah terhadap Agus Rahardjo adalah sesuatu yang berlebihan.
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta Ketua KPK Agus Rahardjo mundur dari KPK karena dia diduga terlibat dalam perencanaan e-KTP sehingga punya conflict of interrest.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2011, Prof Dr Mohammad Mahfud MD menilai tudingan Fahri Hamzah terhadap Agus Rahardjo adalah sesuatu yang berlebihan.
"Itu berlebihan. Saya lihat Fahri memang menuding Agus Rahardjo ikut dalam perencanaan proyek e-KTP saat menjabat Kepala LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah)," kata Mahfud MD saat dikonfirmasi Tribunnews, Rabu (15/3/2017).
Meskipun demikian Mahfud MD melihat bahwa tudingan tersebut tidaklah tepat.
Baca: Mahfud MD: Hak Angket Bisa Hambat Proses Hukum e-KTP
"Tudingan itu tidak lah tepat. Sebab waktu itu, karena jabatannya, Agus hanya dimintai pendapat dan tidak ikut memutuskan. Apalagi Agus sudah memberikan pendapat dan saran yang nyatanya tidak semua diindahkan," kata Mahfud.
Lalu siapa yang memutuskannya saat itu?
"Yang memutuskan kan Kemendagri dan Komisi II DPR, bukan LKPP," kata dia.
"Jadi tak ada conflict of interest Agus dalam kasus ini. Tidak ada. Agus hanya diundang untuk memberikan pendapat dan sarannya atas rencana proyek e-KTP itu dan itu sudah dilakukan secara benar oleh Agus. Lagi pula yang dimintai saran karena jabatannya, kan banyak. Bukan hanya Agus," ujar Mahfud.
Ketika ditanya siapa saja yang dimintai saran dan pendapat selain Agus, Mahfud mengatakan ada beberapa pejabat saat itu.
"Kita lihat saja, ada mantan Mendagri Gamawan Fauzi menyebut banyak yang dimintai saran dan pendapat dalam rencana proyek e-KTP waktu itu. Misalnya Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, BPKP, bahkan KPK sendiri. LKPP yang dipimpin oleh Agus hanya salah satunya," jelasnya.
"Jadi posisi Agus sama dengan mereka yang dimintai saran dan pendapat itu. Mereka memberi saran dan pendapat secara ex officio (karena jabatan), sehingga tak bisa dimintai tanggung jawab karena tak ikut memutuskan. Apalagi saran yang disampaikannya tak diikuti. Pokoknya hukum harus ditegakkan tanpa retorika politik yang mengada-ada," kata Mahfud MD.