UU Tipikor Dinilai Usang, KPK Desak Pembaruan Guna Hadapi Korupsi Modern
KPK mendorong percepatan pembaruan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi untuk menjawab tantangan korupsi modern yang semakin kompleks.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong percepatan pembaruan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) untuk menjawab tantangan korupsi modern yang semakin kompleks.
Desakan ini menguat dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat (12/9/2025), yang menyoroti bahwa regulasi yang telah berlaku lebih dari dua dekade sudah tidak lagi efektif.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tak lagi mampu menjangkau modus korupsi yang terus berkembang.
Ia mencontohkan kasus seperti trading in influence (memperdagangkan pengaruh) yang belum diatur secara spesifik, sehingga menyulitkan penegakan hukum.
“Banyak masalah dalam UU Tipikor yang tak lagi sesuai perkembangan. Dampaknya, pemberantasan korupsi tidak efektif, efisien, dan maksimal,” kata Setyo.
Baca juga: Adelin Lis Gugat UU Tipikor, Hakim MK: Kok Pelanggaran Administratif Bisa Kena?
Inefektivitas regulasi ini, menurutnya, tercermin dari skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2024 yang stagnan di angka 37, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-99 dari 180 negara.
Dalam diskusi yang sama, pakar hukum pidana Prof. Topo Santoso menyoroti sejumlah norma dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang belum diadopsi oleh UU Tipikor.
Beberapa di antaranya adalah delik penyuapan pejabat publik asing, penyuapan di sektor swasta, dan penggelapan kekayaan di sektor swasta.
Baca juga: Gugat Pasal UU Tipikor ke MK, Hasto Nilai Korupsi Bukan Kejahatan Kemanusiaan
“UU Tipikor sudah lebih dari 24 tahun tidak ditinjau secara komprehensif dan rasional berdasarkan evaluasi filosofis, yuridis, dan sosiologis,” ujar Topo.
Sementara itu, pakar hukum Taufik Rachman menekankan perlunya memasukkan tindak pidana baru seperti illicit enrichment (kepemilikan kekayaan tidak sah) dan private bribery (suap swasta).
Ia juga mengusulkan inovasi hukum seperti Deferred Prosecution Agreement (DPA) dan penguatan mekanisme penggantian kerugian negara.
Adapun FGD ini merupakan bagian dari rangkaian proses untuk merumuskan Naskah Akademik (NA) mengenai Rekomendasi Kebijakan Perubahan UU Tipikor.
Dokumen ini nantinya akan diusulkan sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Melalui langkah ini, KPK bersama para pemangku kepentingan berharap dapat mendorong pemerintah dan legislatif untuk segera merevisi UU Tipikor, menciptakan sistem hukum yang lebih adaptif, komprehensif, dan efektif dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.