Sabtu, 20 September 2025

Komnas HAM Tidak Butuh Data Dari AS

Kalaupun ada perbaikan yang diminta oleh Kejaksaan, hal tersebut bersifat formil administratif.

Editor: Johnson Simanjuntak
Nurmulia Rekso Purnomo/Tribunnews.com
Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak butuh dokumen-dokumen yang dipublikasikan pemerintah Amerika Serikat (AS), terkait peristiwa 1965.

Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, mengatakan berkas Komnas HAM terkait kasus itu, sudah rampung jauh sebelum AS mempublikasikan data mereka.

Kepada wartawan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017), ia menyebut berkas Komnas HAM yang akan dijadikan modal untuk membuka penyidikan atas kasus tersebut oleh Kejaksaan Agung, sudah rampung.

Kalaupun ada perbaikan yang diminta oleh Kejaksaan, hal tersebut bersifat formil administratif.

"Itu bukan (tugas) Komnas HAM. (tugas) Komnas HAM sudah selesai sebelum ada 'declassified' data (dari AS)," ujarnya,

Kasus yang ditangani Komnas HAM adalah kasus pelanggaran HAM berat, pascaperisitwa 30 September 1965.

Baca: Anies Sidak, Bilang Tidak Ingin Cari-cari Kesalahan

Kasus tersebut antara lain adalah perburuan, penahanan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap kader Partai Komunis Indonesia (PKI), serta para simpatisannya.

Berkas yang disusun Komnas HAM sudah berkali-kali dikembalikan oleh Kejaksaan Agung, karena dianggap belum cukup.

Muhammad Nurkhoiron mengatakan revisi yang harus dilakukan Komnas HAM adalah mengambil sumpah dari setiap saksi yang diambil keterangannya, dan hal formil administratif lainnya.

Sementara data yang dikeluarkan AS, antara lain adalah memo untuk pejabat di Washington, serta surat menyurat antara perwakilan pemerintah AS di Indonesia dengan Washington. Dokumen-dokumen tersebut dipublikasikan, karena kebijakan mereka untuk mempublikasikan dokumen-dokumen tertentu setelah kurun waktu tertentu.

Pada dokumen tersebut, dituliskan antara lain permintaan bantuan dari TNI Angkatan Darat (AD) ke pemerintah AS, setelah peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S) terjadi.

Peristiwa tersebut, adalah penculikan dan pembunuhan sejumlah Jendral AD, oleh kelompok yang diyakini didukung oleh PKI. Setelah peristiwa tersebut, terjadi perburuan, presekusi dan pembunuhan terhadap anggota dan simpatisan PKI.

Muhammad Nurkhoiron menyebut dokumen-dokumen yang dipublikasikan AS itu, bisa dijadikan petunjuk oleh para penyidik, yang adalah kasus ini adalah para Jaksa. Mereka akan menjadikan dokumen-dokumen tersebut sebagai petunjuk, untuk mencari alat bukti sebenarnya.

"Itu kan bisa dijadikan petunjuk, misal ada perintah dari pejabat, harus dicari berkas-berkasnya, itu nanti yang akan dilakukan penyidik," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan