Kamis, 18 September 2025

Jadi Ketua Umum Golkar, Haruskah Airlangga Direshuffle?

Memang ada anggapan bahwa bila Airlangga tidak direshuffle, seolah tejadi ketidakkonsistensian presiden bahwa menteri tidak boleh rangkap jabatan di..

Tribunnews.com/Rizal Bomantama
Airlangga Hartarto 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekan ini muncul wacana baru tentang perlu atau tidak dilakukan reshuffle terhadap Airlangga Hartarto sebagai Menteri  Perindustrian. Namun yang jelas,  tergantung kebutuhan presiden sebagai kepala pemerintahan.

Karena itu, pertanyaannya kini mrnjadi perlu dilakukan atau tidak reshuffle terhadap Airlangga oleh presiden Joko Widodo (Jokowi)?

Menurut pengamat politik Emrus Sihombing, tidak perlu direshuffle. 

Baca: Terungkap! Wajah Kepala Tiga Geng Motor yang Resahkan Warga Depok

Pasalnya kata Emrus, Masa kerja kabinet Jokowi tinggal kurang dari dua tahun. 

"Bila kementerian perindustrian dipimpin menteri baru, maka akan membutuhkan waktu setidaknya 6 bulan untuk penyesuaian, memahami isi "perut",  mempelajari dan mengendalikan budaya kerja di kementerian perindustrian," ujar Emrus kepada Tribunnews.com, Jumat (29/12/2017).

Memang ada anggapan bahwa bila Airlangga tidak direshuffle, seolah tejadi ketidakkonsistensian presiden bahwa menteri tidak boleh rangkap jabatan di partai. Wiranto sendiripun, misalnya, melepaskan posisi Ketum Hanura setelah menjadi Menkopolhukam.

Menurut Emrus, ketidakkonsistensian seorang pemimpin atau presiden bukan terletak pada level taktis atau teknis, seperti direshuffle atau tidaknya seorang menteri.

Tetapi imbuhnya, konsistensi terletak pada garis filosofis dan ideologi sebagai pijakan kebijakan dan program yang dijalankan. 

Sebab, presiden itu pemimpin yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas yang tidak boleh terjebak pada rana taktis dan teknis.

"Selain itu, saya melihat, ada sisi positif bagi presiden bila tidak mereshuffle Airlangga, atara lain, program Jokowi di kementerian  perindustrian dapat terus berjalan di sisa masa kerja kurang dari dua tahun ke depan dan sekaligus sarana bagi mereka berdua melakukan komunikasi politik dalam konteks kebangsaan atau disebut sebagai politik negara," jelasnya.

Atau kemungkinan kedua, dilakukan reshuffle kepada Airlangga, namun penggantinya sebaiknya mantan menteri perindustrian dari partai Golkar juga, misalnya Mohamad Suleman Hidayat. Dengan demikian, tugas-tugas di kementarian ini langsung bisa "injak gas", melaju terus. Tidak perlu butuh waktu banyak untuk penyesuaian.

Kemungkinan ketiga, Airlangga direshuffle dengan pengganti sosok baru di kementerian perindustrian. Tentu ini akan berpotensi menimbulkan "gangguan" kinerja di kementerian perindustrian sebagai kebalikan dari kemungkinan pertama dan kedua.

"Berdasarkan tiga kemungikan tersebut di atas, terlepas dari pertimbangan politik presiden, maka kemungkinan yang pertama lebih baik dan rasional," ucapnya.

"Sedangkan kemungkinan kedua hanya sekedar menjaga konsistensi bahwa menteri tidak bisa menjabat di struktur partai dapat terpenuhi, yang menurut saya, tidak begitu mendasar dan tidak substansial," imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan