KPK Sebut Menkumham Teken MLA Guna Persempit Ruang Gerak Koruptor
Perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia dengan beberapa negara merupakan langkah maju
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia dengan beberapa negara merupakan langkah maju dalam upaya pemberantasan korupsi.
Upaya pemerintah untuk menjalin kerja sama MLA dengan beberapa negara adalah bentuk komitmen pemerintah untuk terus memerangi korupsi.
Berbagai langkah perjanjian yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly adalah langkah progresif untuk memberantas korupsi.
Sejumlah kalangan, baik akademisi, Dewan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ini sebagai langkah maju dan prestasi.
Baca: KPU Masih Tunggu Kemenkumham Soal 3 PKPU Penghitungan Surat Suara
“Ini sebuah langkah maju dalam upaya pemberantasan korupsi. Sangat maju. Apalagi kerja sama dengan Swiss itu luar biasa. Saya rasa luar biasa ini pemerintahan Jokowi. Karena dengan Swiss itu kita sudah lama ingin kerja sama, nggak bisa,” kata Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih kepada Tribunnews.com, Jumat (15/2/2019).
Yenti yang juga sebelumnya adalah Panitia Seleksi Pimpinan KPK itu juga menyinggung pengesahan perjanjian MLA antara Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA).
Diketahui Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sepakat mengesahkan perjanjian tersebut dalam rapat paripurna DPR, pada Rabu (13/2/2019) kemarin.
Sebelumnya Pemerintah Indonesia juga menandantangani kesepakatan yang sama dengan pemerintah Swiss.
Salah satu kesepakatan di perjanjian itu tentang pelacakan, pembekuan, penyitaan dan perampasan aset hasil tindak pidana.
Selain Swiss dan UEA, Pemerintah Indonesia juga memiliki perjanjian kerja sama dengan Asean, Korsel Australia, Hong Kong, Cina, India, Vietnam, dan Iran.
Dijelaskannya, Swiss selama ini sering menjadi target para pelaku kejahatan, termasuk kejahatan korupsi untuk menyimpan uang hasil kejahatan mereka.
Karena itu menurutnya keberhasilan dalam menjalin kerja sama MLA dengan negara tersebut patut diapresiasi.
“Ini prestasi. Tolong jangan dikaitkan dengan pilpres. Ini kan sudah jadi cita-cita bangsa sejak lama. Ketika kita angka korupsinya tinggi, kita ingin sekali kerja sama MLA, nah sekarang sudah ada, bagus,” katanya lagi.
Yenti menjelaskan, dampak MLA yang diinisiasi Menkumham Yasonna, bagi penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi adalah menitikberatkan kepada penelusuran uang hasil korupsi yang dibawa ke luar negeri.