Selasa, 26 Agustus 2025

KPK Sebut Menkumham Teken MLA Guna Persempit Ruang Gerak Koruptor

Perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia dengan beberapa negara merupakan langkah maju

Dok Humas Kemenkumham RI
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Yasonna Hamonangan Laoly menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana/Mutual Legal Assistance (MLA) antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss di Bernerhof Bern pada Senin (4/2/2019) 

Jika sudah ada perjanjian MLA, maka negara yang menjalin perjanjian tersebut dengan Indonesia akan membantu atau memberikan kontribusi.

Salah satu bantuannya adalah untuk mengungkap uang hasil korupsinya ada di negara tersebut.

Menurutnya, perjanjian tersebut tidak hanya menitikberatkan pada putusan pengadilan.

Melainkan kerja sama sudah dilakukan sejak penyidikan.

Dia mencontohkan, dengan MLA, saat penyidikan tengah berlangsung, dan diketahui ada rekening tersangka di luar negeri, dan negara tersebut memiliki perjanjian MLA dengan Indonesia maka pemerintah Indonesia bisa meminta tolong kepada negara tersebut untuk membekukan aset ataupun meminta rekam data transaksi bank.

“Setelah ada putusan (pengadilan), tolong kami jangan dipersulit untuk merampas, mengembalikan ke negara,” urai Yenti.

Dia menambahkan, selanjutnya yang menjadi tugas penegak hukum adalah menerapkan pasal TPPU bersamaan dengan pasal korupsi kepada para koruptor.

Yenti mengingatkan, MLA berkaitan dengan kerja sama untuk korupsi, khususnya pelacakan hasil korupsi, mulai sejak penyidikan, penuntutan, dan sampai perampasan hasil kejahatan.

Menurutnya semua itu akan optimal kalau penegak hukum, KPK, Polri dan Kejaksaan, sejak awal juga menerapkan TPPU bersamaan dengan undang-undang korupsi.

Terhadap hal ini, KPK juga angkat bicara. Komisi antikorupsi ini menyatakan, menyambut baik perjanjian MLA antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss.

KPK menilai kerja sama itu bisa mempersempit ruang pelaku korupsi untuk menyembunyikan kejahatannya.

"Selain adanya Perjanjian MLA, kapasitas penegak hukum juga sangat penting, karena proses identifikasi mulai penyelidikan hingga penuntutan sangat penting untuk bisa menemukan adanya alat bukti atau hasil kejahatan yang berada di luar negeri," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (15/2/2019).

Dia menyebut, kesepakatan itu berperan strategis dalam mendukung penanganan tindak kejahatan, seperti korupsi.

Febri berpendapat, kesepakatan ini bisa mempersempit para pelaku yang gemar menyembunyikan asetnya di luar negeri.

Dengan begitu perjanjian MLA ini bisa memudahkan KPK menangani kejahatan korupsi transnasional agar aset hasil kejahatan pelaku bisa terlacak.

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan