AHY Sebut Presidential Threshold 20 Persen Batasi Pilihan Masyarakat Tentukan Pemimpinnya
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik soal ambang batas pecalonan presiden (presidential threshold).
Penulis:
Rizal Bomantama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik soal ambang batas pecalonan presiden (presidential threshold).
Diketahui presidential threshold ditetapkan 20 persen.
Artinya, partai politik dapat mengajukan calon presiden dan wakilnya jika memperoleh 20 persen kursi di DPR berdasarkan hasil pemilihan umum 2014.
Baca: Sosok Ibu di Cakung yang Tega Membunuh Anaknya yang Masih Balita
Hal tersebut diungkapkan AHY dalam pidato politiknya di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019) malam.
Menurutnya angka presidential threshold 20 persen tersebut menambah potensi perpecahan bangsa.
“Kami menyoroti pertarungan dua capres yang sama pada tahun 2014 dan 2019 karena Presidential Threshold 20 persen dukungan dari parlemen atau 25 persen suara nasional yang membatasi pilihan masyarakat untuk menentukan pemimpinnya,” ungkap AHY.
“Kami Partai Demokrat ada di garda terdepan untuk mencegah perpecahan bangsa yang terjadi akibat terbatasnya pilihan politik,” tambah AHY.
Baca: Penutupan Solo Great Sale 2019, Hadiah Utama Dimenangkan oleh Endang dan Suliyan
Seperti diketahui kontestasi politik saat ini diikuti dua paslon yaitu Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
AHY mengatakan perlunya konsesi nasional untuk meninjau kembali angka presidential threshold.
“Karena itu saya mengajak semua tokoh Indonesia, usai Pemilu 2019 ini untuk duduk bersama, melakukan konsesi nasional mengkaji kembali sistem yang tepat untuk memberikan banyak pilihan politik bagi masyarakat,” ucapnya.
Baca: Menko PMK Puan Maharani Cek Manfaat Bantuan Sosial di Klaten
Satu contoh yang membuat masyarakat terpecah karena pilihan politik yang terbatas menurut AHY adalah dibawanya berbagai hal ke dalam pilihan politik.
“Penggunaan warna dan simbol jari saat berfoto juga menjadi masalah, karena itu kita bisa sering berdebat kusir di grup Whatsapp bahkan hingga kita meninggalkan grup tersebut karena jengkel dengan dinamika pembahasan politik di dalamnya,” ujar AHY.
AHY pun prihatin bahwa institusi TNI yang pernah menjadi bagian dirinya pun sempat terkena tuduhan berbau fitnah hanya karena penggunaan simbol jari.
“Kalangan perwira di TNI pun menjadi korban hoax, penggunaan simbol jari saat berfoto bersama pun diasosiasikan dengan pilihan politik ke salah satu capres,” ungkap AHY sambil geleng-geleng kepala.
Karena itu AHY menilai kualitas kehidupan demokrasi Indonesia saat ini mengalami kemunduran dari apa yang telah dibangun sejak era reformasi.
Dalam pidato politik tersebut AHY membawakan tema “Rekomendasi Partai Demokrat untuk Presiden Indonesia Mendatang”.