Rabu, 3 September 2025

Pemilu 2019

Survei Litbang Kompas: PDIP dan Gerindra Melejit, Bagaimana Nasib Partai-partai Lain?

Pemilu 2019 yang digelar serentak antara pemilu legislatif dan pemilihan presiden berpotensi menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia.

Kompas.com/PRIYOMBODO
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemilu 2019 yang digelar serentak antara pemilu legislatif dan pemilihan presiden berpotensi menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia.

Selain naiknya ambang batas parlemen, penyederhanaan itu juga bisa disebabkan oleh adanya efek ekor jas yang hanya dirasakan sebagian partai politik.

Pada Pemilu 2014, ada 10 partai politik (parpol) yang lolos ambang batas parlemen atau untuk dapat kursi di DPR, yang saat itu ditetapkan 3,5 persen dari perolehan suara sah nasional.

Pada Pemilu 2019, ambang batas parlemen naik menjadi 4 persen. Pemilu kali ini diikuti 16 parpol nasional.

Sementara Pemilu 2014 diikuti 12 parpol nasional.

Pada Pemilu 2014, ada 10 partai politik (parpol) yang lolos ambang batas parlemen atau untuk dapat kursi di DPR, yang saat itu ditetapkan 3,5 persen dari perolehan suara sah nasional. Pada Pemilu 2019, ambang batas parlemen naik menjadi 4 persen. Pemilu kali ini diikuti 16 parpol nasional. Sementara Pemilu 2014 diikuti 12 parpol nasional.
Pada Pemilu 2014, ada 10 partai politik (parpol) yang lolos ambang batas parlemen atau untuk dapat kursi di DPR, yang saat itu ditetapkan 3,5 persen dari perolehan suara sah nasional. Pada Pemilu 2019, ambang batas parlemen naik menjadi 4 persen. Pemilu kali ini diikuti 16 parpol nasional. Sementara Pemilu 2014 diikuti 12 parpol nasional. (Harian Kompas)

Selain itu, sekitar sebulan menjelang pemungutan suara 17 April 2019, muncul kecenderungan parpol kecil dan menengah tidak mendapat efek ekor jas atau hubungan positif antara kekuatan elektoral kandidat yang diusung di pemilihan presiden (pilpres) dan parpol pengusungnya.

Hasil survei Litbang Kompas, akhir Februari hingga awal Maret 2019, dengan melibatkan 2.000 responden di 34 provinsi menunjukkan, efek ekor jas hanya diterima oleh PDI-P yang diasosiasikan dengan calon presiden Joko Widodo dan Partai Gerindra yang diasosiasikan dengan capres Prabowo Subianto.

Sejalan dengan hal itu, PDI-P menjadi parpol dengan elektabilitas tertinggi, yaitu 26,9 persen, diikuti Gerindra di posisi kedua dengan elektabilitas 17 persen.

Sebagai pembanding, pada Pemilu 2014, PDI-P mendapat 18,9 persen, sedangkan Gerindra 11,8 persen suara.

Partai Golkar yang pada Pemilu 2014 memperoleh 14,7 persen suara, turun menjadi 9,4 persen.

Nasib serupa dialami Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tahun 2014 perolehan suaranya mencapai 6,8 persen dan kini turun menjadi 4,5 persen.

Pemilu 2019 yang digelar serentak antara pemilu legislatif dan pemilihan presiden berpotensi menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia. Selain naiknya ambang batas parlemen, penyederhanaan itu juga bisa disebabkan oleh adanya efek ekor jas yang hanya dirasakan sebagian partai politik.
Pemilu 2019 yang digelar serentak antara pemilu legislatif dan pemilihan presiden berpotensi menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia. Selain naiknya ambang batas parlemen, penyederhanaan itu juga bisa disebabkan oleh adanya efek ekor jas yang hanya dirasakan sebagian partai politik. (Harian Kompas)

Partai Demokrat juga senasib. Pada Pemilu 2014 memperoleh 10,2 persen suara, kini menyusut menjadi 4,6 persen.

Partai Hanura pada Pemilu 2014 mencapai 5,3 persen, kini hanya 0,9 persen.

Begitu pula dengan PPP yang tahun 2014 memperoleh suara sebesar 6,5 persen, kini menyusut menjadi 2,7 persen.

Partai Nasdem yang tahun 2014 memperoleh suara sebesar 6,7 persen, kini tinggal 2,6 persen.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga senasib. Pada Pemilu 2014 memperoleh suara sebesar 9,0 persen, kini menjadi 6,8 persen.

Partai Bulan Bintang (PBB) tahun 2014 memperoleh 1,5 persen suara, kini tinggal 0,4 persen.

PKPI pada 2014 memperoleh 0,9 persen suara, menjadi 0,2 persen.

Survei Litbang Kompas juga menunjukkan 18,2 persen pemilih belum menentukan akan memilih partai apa pada saat survei dilakukan.

Partai Baru

Partai baru yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), eletakbilitas pada survei Maret 2019 ini diprediksi memperoleh 0,9 persen suara.

Selanjutnya Perindo memperoleh 1,5 persen suara.

Partai Berkarya memperoleh 0,5 persen suara.

Partai Garuda, memperoleh 0,2 persen suara.

Efek ekor jas

Kerumitan implementasi pemilu serentak ini, antara lain, dirasakan Partai Demokrat. Parpol ini merasa tidak mendapat efek ekor jas dari sosok capres-cawapres yang mereka usung, yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (20/3/2019), mengatakan, pihaknya bersama parpol pengusung lain harus bekerja ekstrakeras untuk mendapat kursi di parlemen.

Ini karena efek ekor jas hanya dirasakan parpol pengusung utama.

Oleh karena tidak bisa bergantung kepada sosok Prabowo dan Sandi semata, Demokrat, antara lain, juga mengampanyekan 14 program prioritas yang diharapkan bisa menjadi pembeda dari peserta pemilu lainnya.

Demokrat juga menjadikan figur caleg dan sosok Komandan Satuan Tugas Bersama (Kosgama) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai daya tarik.

”Kami gencarkan pendekatan ke kelompok milenial, khususnya lewat figur Mas AHY. Ia sudah berkeliling ke banyak daerah menyapa masyarakat,” tutur Renanda.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, sejak awal, PPP tidak percaya pada efek ekor jas.

”Kami sudah menghitung risiko bahwa kami tidak akan mendapat manfaat elektoral dari mendukung Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf. Oleh karena itu, untuk suara partai, kami sadar harus bekerja sendiri, mencari suara sendiri,” kata Baidowi.

Strategi PPP, lanjutnya, adalah terlebih dahulu memperkuat basis pemilih tradisional yang selama ini loyal memilih PPP, baru kemudian membidik pemilih-pemilih baru.

Terkait efek ekor jas Prabowo yang tidak dirasakan partai lain, Ferry menekankan, kemenangan Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 akan mendongkrak semua parpol pendukung dan tidak hanya Partai Gerindra.

Ia menilai besarnya selisih elektabilitas partai lain dengan PDI-P dan Gerindra adalah hal yang lumrah dalam kontestasi politik.

Penyederhanaan parpol

Renanda meyakini, pemilu yang lebih sengit seperti saat ini merupakan bentuk seleksi alam agar parpol lebih serius mengelola kader dan program kerja untuk ditawarkan kepada masyarakat.

Dengan kondisi ini, ada kemungkinan penyederhanaan parpol akan terjadi.

Sementara itu, Baidowi mengatakan, penyederhanaan parpol dan proses seleksi alam sebenarnya sudah berlangsung lama, melalui syarat ambang batas parlemen yang terus meningkat dari pemilu ke pemilu.

Menurut Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies Philips J Vermonte, dalam pemilu serentak yang menggunakan sistem multipartai, seperti di Indonesia, efek ekor jas sulit dinikmati semua parpol pengusung.
Namun, penyederhanaan kuantitas parpol akibat pemilu serentak baru dapat dinilai ketika sistem pemilu serentak diterapkan beberapa kali.

Ia menekankan, pemilu serentak merupakan salah satu cara alamiah untuk mengurangi jumlah parpol di setiap pemilu. Namun, dalam praktiknya, UU Pemilu di Indonesia selalu berganti setiap lima tahun. (Harian Kompas)

Sumber: KOMPAS
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan