Minggu, 10 Agustus 2025

Pemilu 2019

Persepi Jelaskan Metodologi Quick Count Lembaga Survei dalam Pemilu 2019

“Yang jelas hasil penghitungan quick count biasanya tidak deviasi jauh dengan hasil penghitungan manual (rekapitulasi) KPU),” kata Philips J Vermonte

Tribunnews.com/Reynas Abdila
Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) bersama delapan anggotanya menggelar konfrensi pers Expose Data Hasil Quick Count Pemilu 2019 di Kebon Sirih, Jakarta, Sabtu (20/4/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) bersama delapan anggotanya menggelar konfrensi pers Expose Data Hasil Quick Count Pemilu 2019 di Kebon Sirih, Jakarta, Sabtu (20/4/2019).

Ketua Persepi, Philips J Vermonte menyampaikan metodologi yang digunakan dalam melaksanakan hitung cepat.

Baca: Dari DKI Hingga Kaltim, Ini Nama-nama Petugas KPPS yang Meninggal saat Bertugas

“Metode kita ngambil 2.000, 3.000 atau 4.000 TPS. Lalu ada numerator yang kita kirim ke TPS, kita memobilisasi lebih kurang 2.000 orang,” terang Philips.

Peran numerator di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya melaporkan penghitungan form C1 plano dari TPS.

Philips menerangkan, numerator ditugaskan melakukan foto C1 Plano untuk kemudian dikirim ke server pusat.

“Kita ada sistem server, kemudian tinggal kita tabulasi sampel-sampel yang masuk,” paparnya.

Philips J Vermonte menyebut hasil quick count setiap lembaga tidak akan sama, itu karena adanya margin of error paling tidak satu persen.

“Yang jelas hasil penghitungan quick count biasanya tidak deviasi jauh dengan hasil penghitungan manual (rekapitulasi) KPU),” kata Philips.

Persepi menambahkan hasil quick count atau exit poll bukan final.

Bagaimanapun referensinya tetap Komisi Pemilihan Umum.

Asep Saifudin selaku Penanggung Jawab Survei Indobarometer bertutur hasil dari quick count dan exit poll tidak akan berbanding lurus dengan penghitungan KPU.

“Tidak bisa apple to apple sebab jenis datanya beda. Kalau survei bisa dilakukan dua tahun sebelum pemilu. Sedangkan quick count dan exit poll itu dilakukan pas pemilunya selesai,” imbuh Asep.

Lembaga Survei Dilaporkan

Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Hoaks dan Korupsi (KAMAHK) melalui Kuasa Hukumnya Pitra Romadoni mengajukan laporan delik aduan di mana enam lembaga survei diduga melakukan kebohongan publik dan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Terhadap hal ini kami meminta pihak Bareskrim Polri agar mengusut tuntas permasalahan hasil survei ini. Karena hasil survei ini banyak membingungkan masyarakat kita, khususnya quick count dari lembaga survei ini," ujar Pitra, di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/4/2019).

Ia menjelaskan kebenaran hasil hitung cepat lembaga survei itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara real count seperti penghitungan dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Menurutnya, lembaga-lembaga survei itu hanya memperoleh sampel dari 2.000 TPS, sehingga hal itu tidak mewakili secara keseluruhan pemungutan suara.

Pitra pun mempertanyakan dimana saja lokasi lembaga survei ini mengambil sampel TPS.

Baca: Ketua KPU Depok Cerita Pernah Tolak Pemberian ATM Berisi Rp 300 Juta dari Peserta Pemilu 2019

Karena ia menilai hasil hitung cepat itu membingungkan masyarakat dan menggiring opini masyarakat.

“Jangan membuat kebingungan masyarakat kita, ini sudah sangat dahsyat sekali penggiringan opini hitung cepat ini, apabila nanti nyatanya Prabowo yang menang, bagaimana nanti mempertanggungjawabkan ini?" tanya dia.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan