Selasa, 30 September 2025

Pilpres 2019

Prabowo Tolak Penghitungan KPU, Pengamat: Berarti Pertandingan Akan Kembali Berakhir Di MK

Dia menduga sikap menolak Prabowo ini akan membawa pertandingan Pilpres 2019 ini mirip dengan 2014 lalu.

Editor: Johnson Simanjuntak
YouTube/Metro TV
Pengamat Politik, Hendri Satrio 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik, Hendri Satrio menilai wajar strategi Prabowo Subianto menolak hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Meskipun pengumuman pemenang Pemilu Presiden (Pilpres) masih akan dirilis KPU pada 22 Mei mendatang.

"Bila diibaratkan pertandingan sepakbola, 17 April saat pemungutan suara adalah kick off pertandingan, nah 22 Mei adalah akhir babak pertama dan 20 Oktober adalah hasil akhir pluit panjang.

Maka sepanjang pertandingan banyak strategi hal yang wajar. Termasuk pernyataan BPN saat ini," ujar pendiri lembaga survei KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com, Rabu (15/5/2019).

Dia menduga sikap menolak Prabowo ini akan membawa pertandingan Pilpres 2019 ini mirip dengan 2014 lalu.

Yakni, imbuh dia, pertandingan akan kembali berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga Oktober mendatang.

"Sikap menolak tidak akan mengubah hasil. Tapi akan meneruskan pertandingan hingga 20 Oktober melalui berbagai proses di MK," jelas Hendri Satrio.

Baca: BPN Tolak Hasil Pemilu, Bawaslu: Penyelenggara Itu KPU Bukan Peserta Pemilu

TKN Nilai Prabowo Tak Seorang Negarawan

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding menanggapi sikap penolakan Calon Presiden Prabowo Subiato terhadap hasil perhitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Bila sikap penolakan itu yang ditempuh, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini tegaskan, Prabowo tidak tunjukkan seorang Negarawan sejati.

"Sikap penolakan terhadap hasil penghitungan suara KPU, apalagi sebelum tahapan akhir selesai, itu menunjukkan sikap yang tidak demokratis, yang tidak siap kalah. Bahkan tidak dapat disebut sikap seorang negarawan," tegas anggota DPR RI ini kepada Tribunnews.com, Selasa (14/5/2019).

"Ditambah lagi alasan penolakan itu adalah kecurangan yang datanya tidak ada," ucapnya lebih lanjut.

Menurut dia, sikap penolakan ini akan menjadi pendidikan politik yang buruk bagi masyarakat Indonesia.

"Di banyak kompetisi politik yang ada di negeri ini, seorang pemimpin itu seharusnya memberikan contoh, bahwa berkompetisi itu hal biasa, ada yang kalah dan menang. Yang Kalah menghormati yang menang. Sebaliknya yang menang merangkul yang kalah," ucapnya.

Karena itu dia sangat menyayangkan jika sikap penolakan tersebut yang diambil Prabowo.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved