Mukjizat Daun Kelor Gerakkan Ekonomi di Lombok
Berawal dari keingintahuan untuk menyembuhkan luka, Mawar Junita mulai meracik dan mengonsumsi bubuk daun kelor. Dari mulut ke mulut,…
"Sudah seperti itu, saya pun masih kekurangan bahan baku," aku Mawar.
Jadi produk unggulan
Kepada ABC, Mawar menuturkan produksi bubuk kelor yang dilakoninya bukanlah bisnis yang hanya berpatok pada keuntungan finansial.
"Karena pemasok daunnya itu ibu-ibu, jadi sebenarnya ini bukan pure business tapi lebih ke social entrepreneur," sebutnya.
Ia lantas menceritakan ihwal dirinya mengajak para perempuan di sekitaran Lombok memasok daun kelor demi peningkatan ekonomi mereka. Terlebih para perempuan ini begitu awam akan kandungan gizi dari daun bernama latin Moringa Oleifera tersebut.
"Awalnya karena mereka enggak tahu, dibuang-buang kan kelornya. Kan enggak mungkin mereka makan sayur (kelor) setiap hari? Akhirnya daun itu dikasih ke kambing, dikasih ke lembu, saya bilang saja \'kambing di sini sehat-sehat, terus anaknya stunting dan gizi buruk\'," ujarnya sambil tersenyum.
Kini, Mawar gunakan akhir pekan untuk turun ke lapangan bertemu dengan sesama kaum perempuan dan mengedukasi mereka.
"Saya kumpulkan ibu-ibu satu desa, menjelaskan ke mereka kalau kelor ini manfaatnya tinggi."
Hingga akhirnya Pemerintah setempat mendengar permintaan terhadap bubuk kelor Mawar yang cukup tinggi setiap harinya. Di sisi lain, ia mengalami kekurangan bahan baku untuk di Lombok Utara.
"Otomatis kan saya harus melebarkan sayap ke kabupaten lain," katanya kepada ABC.
Usaha Mawar ini pun berbuah manis. Pemerintah setempat, di bawah Dinas Pertanian, akhirnya menganggarkan program pemanfaatan pekarangan rumah.
"Jadi mereka membuat program kelorisasi di Lombok Utara. Paling enggak di Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), mereka sudah menanam biji kelor, nanti dibagi-bagikan ke masyarakat."
Baru-baru ini, Pemerintah Lombok Utara bekerja sama dengan Pemerintah Malaysia untuk memasarkan produk-produk unggulan Lombok Utara ke negeri jiran tersebut. Bubuk daun kelor buatan Mawar berhasil masuk di dalam salah satu kategori ekspor.
"Untuk bulan Januari saja saya memproduksi 35 kilo daun kering. Begini, 4 kilo daun basah itu jadi 1 kilo daun kering."
"Nah, bulan April, mereka sudah mulai mengekspor. Jadi butuhnya puluhan ribuan kilo per bulannya bahkan sampai satu ton," kata Mawar.