Prospek Bisnis Menara BTS Memburuk
Agar bisnis BTS tetap bagus ya harus ada negosiasi lagi, sehingga operator mampu untuk membayar kewajibannya.
Morgan Stanley pun memangkas target harga saham 2014 bagi dua emiten berbasis BTS yaitu PT Tower Bersama Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) hingga minus 28% dan 23%.
Pada tahun 2014 saham TBIG yang diproyeksikan bakal mencapai level Rp 6.700 hanya ditargetkan pada level Rp 4.800 per saham.
Adapun saham TOWR ditargetkan pada level Rp 2.700, turun dari asumsi semula yaitu Rp 3.510 per saham.
Proyeksi harga saham tersebut didorong oleh potensi penurunan belanja modal selama tahun 2014. Dan penurunan belanja modal atau capital expenditure (Capex) ini dipengaruhi oleh kebutuhan pasar yang menurun akibat konsolidasii.
Akibatnya, di tahun 2014, Capex TBIG yang semula diperkirakan akan mencapai Rp 2,28 triliun, diturunkan menjadi Rp 1,8 triliun.
Sementara Capex TOWR diproyeksikan terpangkas dari Rp 1,6 triliun menjadi hanya Rp 1,2 triliun.
Insentif Pemerintah
Pardomuan menambahkan konsolidasi berupa akuisisi maupun merger dua perusahaan provider seluler dinilai sudah mendesak mengingat adanya keterbatasan spektrum frekuensi, sementara kebutuhan pelanggan untuk jaringan komunikasi terus meningkat.
“Provider seluler sudah mendesak untuk melakukan akuisisi atau merger karena memang sudah terjadi kejenuhan di tengah persaingan ketat. Agar bisnis telekomunikasi seluler terus tumbuh, pemerintah harus memberikan insentif, berupa kemudahan melakukan akuisisi atau merger,” tuturnya.
Insentif yang dimaksud, lanjut Pardomuan, seperti pada saat Indosat mengakuisisi Satelindo, frekuensinya tidak dikembalikan ke pemerintah.
Seharusnya, untuk akuisisi Axis oleh XL juga tidak perlu mengembalikan frekuensi.
“Kebutuhan akan tambahan kapasitas frekuensi sudah sangat mendesak. Pemerintah harus memberi kelonggaran untuk ini,” tuturnya.