Rabu, 10 September 2025

Pembatasan BBM Bersubsidi

Solar Subsidi Dibatasi, Apakah Kuota Tetap Jebol?

Sangat dibutuhkan rakyat namun membebani anggaran negara, itulah dilema yang dihadapi pemerintah dalam penyaluran BBM subsidi

Editor: Hendra Gunawan
Warta Kota/Alex Suban

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman bilang, kebijakan pembatasan solar bersubsidi bakal meningkatkan biaya distribusi. Dia mengasumsikan, rata-rata biaya distribusi mencuil 5%-8% dari total beban usaha. Nah, di dalam porsi biaya distribusi tersebut sebanyak  50% berupa ongkos bahan bakar minyak (BBM). Atas kenaikan biaya distribusi tersebut, pelaku usaha makanan dan minuman akan mengompensasinya dengan cara mengerek harga jual produk ke konsumen.  "Saya kira akan menyebabkan kenaikan. Kita masih memantau," ujarnya.

Atas daskar itulah kemudian Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah segera mencabut larangan penjualan solar bersubsidi di beberapa wilayah di Indonesia sejak awal Agustus lalu. Permintaan itu sudah resmi mereka sampaikan kepada Kementerian Perhubungan, dan minta diteruskan pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Kadin Natsir Mansyur, dasar usulan pencabutan disebabkan karena pemberlakuan aturan larangan penjualan solar bersubsidi yang dilakukan secara tiba-tiba, tanpa berkoordinasi dengan pelaku usaha. "Multiplier effect-nya besar bagi dunia usaha, bukan hanya angkutan, tapi juga ke harga barang, dan bahkan investasi," katanya.

Dia berharap setelah mencabut aturan larangan penjualan solar bersubsidi tersebut, pemerintah bisa segera duduk bersama dengan dunia usaha untuk mencari solusi atas kuota BBM subsidi yang dikhawatirkan akan jebol sebelum akhir tahun 2014.

Sejumlah pengamat menilai pembatasan ini tidak akan efektif menurunkan beban subsidi BBM. Pengamat Energi Kurtubi mengatakan, larangan penjualan solar dan premium bersubsidi bisa sia-sia belaka. Misalnya, larangan penjualan premium di jalan tol. "Para pengemudi kendaraan roda empat yang melalui jalan tol akan mengisi bahan bakar terlebih dulu sebelum masuk tol," ujarnya.

Dia melihat kebijakan tersebut hanya membuat sistem penjualan BBM di daerah berantakan. Sebab masih banyak angkutan umum yang menggunakan bahan bakar BBM bersubsidi, sehingga kemungkinan besar jumlah konsumsi BBM bersubsidi di tahun ini tetap akan melampaui kuota. "Jadi lebih baik pemerintah langsung menaikkan harga BBM bersubsidi untuk menghemat anggaran subsidi BBM," saran Kurtubi.

Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati sependapat dengan Kurtubi. Dia bilang jika ada larangan menjual premium bersubsidi di jalan tol, masyarakat akan mengisi BBM sebelum masuk atau setelah keluar pintu tol. Bila pemerintah ingin volume BBM tidak melampaui target, maka pemerintah harus mengoptimalkan penggunaan BBM bersubsidi agar tepat sasaran.

Penyaluran subsidi BBM jangan sampai bocor ke sektor perkebunan atau industri. Termasuuk dengan membangun transportasi publik yang memadai sehingga masyarakat memilih menggunakan transportasi umum dibanding milik pribadi. Jika tidak dilakukan maka kejadian yang sama akan terus berulang tiap tahun. (Margareta Engge Kharismawati/Uji Agung Santosa/Widyasari Ginting)

Sumber: Kontan
Tags
solar
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan