Konsep Ramah Lingkungan itu Kian Mutlak
Tanpa sikap dan perilaku hijau dalam segala aspek, daya dukung perkotaan tidak akan mampu menopang populasi
TRIBUNNEWS.COM - Banyak orang mungkin masih menganggap ramah lingkungan (green) atau pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) atau eco friendly sebagai isu “langit” yang jauh dari kehidupan nyata mereka.
Tapi, populasi kota yang kian padat dengan sebagian besar penduduk akan ada di perkotaan tahun 2030 (di Indonesia diperkirakan 70-75 persen warga tinggal di kota pada tahun itu), membuat ramah lingkungan menjadi mutlak alias tak dapat tidak.
Tanpa sikap dan perilaku hijau dalam segala aspek, daya dukung perkotaan tidak akan mampu menopang populasi sebesar itu.
Yang dimaksud daya dukung adalah segala sumber daya dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk melayani sebuah populasi, mulai dari suplai air, sistem sanitasi, energi, engolahan limbah dan sampah, kecukupan vegetasi, ruang interaksi dan udara yang bersih, sampai sistem transportasi dan komunikasi.
Bila tetap dipaksakan membangun atau mengelola kota tanpa konsep hijau itu, kualitas hidup sebagian besar warga kota akan merosot dan memprihatinkan yang membuat biaya rehabilitasnya akan makin tinggi.
Longsor dan tanah amblas termasuk di areal perumahan di perkotaan saat musim hujan tahun ini, jembatan putus karena banjir bandang, sampah yang tak tertangani dan memicu konflik antar-wilayah, kemacetan lalu lintas yang kian parah, polusi udara yang terus meningkat, vegetasi yang terus berkurang, kualitas air sungai yang sangat buruk, lautan yang makin dipenuhi sampah sehingga ikan-ikan mati atau tercemar mikroplastik, sampai likuefaksi, kekeringan ekstrim di wilayah yang satu dan banjir besar di wilayah yang lain, rasanya sudah lebih dari cukup menjadi penanda tentang betapa mutlaknya sikap ramah lingkungan itu kini.
Karena itu majalah HousingEstate terus konsisten menyelenggarakan apa yang disebut dengan Green Property Awards (GPA) sejak 10 tahun lalu, untuk mendorong perusahaan developer menerapkan konsep eco-friendly itu dalam pengembangan proyek-proyeknya, kendati insentif dan keseriusan pemerintah mendukungnya masih minim, dan keseriusan developer juga naik turun.
Developer penting terus didorong menjadi ramah lingkungan, karena real estate adalah proyek yang mengubah lahan terbuka dan vegetasi menjadi bangunan. Selain itu real estate juga menghasilkan permukiman dengan segala aktivitasnya yang menambah berat beban sebuah kota.
Tahun ini GPA 2018 memberikan penghargaan kepada 11 proyek dari 9 perusahaan developer. Seperti sebelum-sebelumnya, penilaian mencakup delapan kriteria: penataan ruang kawasan sesuai aturan, energi hijau, desain bangunan hijau, pengelolaan air, sistem pengelolaan sampah dan limbah, transportasi umum, ruang terbuka hijau, dan partisipasi warga.
Penilaian dilakukan tim HousingEstate di bawah supervisi arsitek lansekap dan pengamat perkotaan Ir Nirwono Joga MLA.
Konsep TOD dan fitur smart home
Tahun ini ada sedikit kemajuan menyusul masifnya pembangunan moda transportasi umum massal oleh pemerintah di kota-kota besar seperti megapolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Banyak proyek dikembangkan dengan konsep terintegrasi transportasi massal itu. Jadi, transportasi massal dipromosikan sebagai selling point utama proyek hunian dan moda utama penghuninya.
Contohnya, apartemen Podomoro Golf View di Gunung Putri, Bogor, di jalur tol Jagorawi yang akan dilintasi kereta ringan atau light rail transit (LRT) Cibubur-Bogor.
Bahkan, proyek dari PT Agung Podomoro Land Tbk (APL) ini bukan sekedar terintegrasi dengan stasiun LRT itu di Gunung Putri, tapi juga dikembangkan dengan konsep transit oriented development (TOD).
Kemajuan lain, banyak desain hunian yang dirancang bukan hanya eco friendly dengan berupaya mengoptimalkan pemanfaatan sirkulasi udara dan cahaya alami ke dalam ruang-ruangnya yang menghemat energi, tapi juga dilengkapi fitur smart home yang memungkinkan penghuni mengontrol penggunaan energi di rumah dari mana saja lewat gawainya. Ini berkat pembangunan infrastruktur TI yang juga masif sekian tahun ini.
Salah satu contoh proyeknya, perumahan Savasa (37 ha) besutan Panasonic Homes di Indonesia di Kota Deltamas, melalui perusahaan joint venture PT PanaHome Deltamas Indonesia, joint venture PT Panasonic Homes Gobel Indonesia dan PT Puradelta Lestari Tbk (Sinar Mas Land), pengembang kawasan industri dan hunian Kota Deltamas (3.177 ha) di Cikarang, Bekasi (Jawa Barat).
Setiap rumah di Savasa dilengkapi fitur canggih seperti Panasonic Home Network System dan sistem penyaring udara Puretech. Rumah diklaim 97 persen bebas debu, kotoran, dan polusi yang berbahaya karena udara yang masuk telah disaring oleh Puretech.
Rumah juga dirancang dengan sistem cross ventilation yang meningkatkan sirkulasi udara dan membuat ruang dalamnya menjadi lebih sejuk dan sehat.
Sementara sistem rumah pintar Panasonic menyediakan program terintegrasi untuk memonitor rumah dan perangkat elektroniknya dari jauh melalui aplikasi dalam smartphone.
Bangunan rumah juga dikembangkan dengan konstruksi tahan gempa.
Kemajuan lain, beberapa perumahan juga mulai memanfaatkan panel surya sebagai penyuplai listrik di rumah bergandengan dengan listrik dari PLN, karena adanya regulasi pemerintah yang mendorong.
Jadi, penggunaan listrik PLN yang pembangkitnya umumnya masih digerakkan energi fosil (BBM) bisa dikurangi. Dukungan kongkrit pemerintah ini layak dipuji.
Nirwono berharap semua proyek properti yang dikembangkan developer dengan konsep hijau itu mendapatkan dukungan pemerintah, berupa insentif pajak, kemudahan perizinan, regulasi, dan lain-lain, sehingga dari tahun ke tahun makin banyak developer yang mau menerapkan konsep itu di proyeknya.
“Dukungan pemerintah sangat perlu karena penerapan konsep green yang sudah mutlak itu selalu beririsan dengan keterjangkauan harga rumah (yang membuat banyak developer enggan menerapkannya),” jelasnya.
Sementara kepada developer ia berharap, kendati dukungan kongkrit pemerintah masih kurang, tetap bersemangat mengembangkan proyek berkonsep eco friendly sebagai sikap bertanggung jawab terhadap lingkungan.
“Apalagi, properti yang dikembangkan dengan konsep green dalam jangka panjang jauh lebih menguntungkan bagi reputasi developer,” katanya.
Ia menunjuk contoh kawasan Menteng (Jakarta Pusat) dan Kebayoran Baru (Jakarta Selatan) yang dikembangkan sebagai kota taman yang sekarang harga rumahnya tertinggi di Indonesia.