LPEM UI Nilai Mahalnya Biaya Logistik Jadi Penghambat Investasi
Menurut dia, kehadiran Omnibus Law dan terbitnya sovereign wealth fund (SWF) juga tidak serta-merta dapat memuluskan investor asing untuk berinvestasi
Penulis:
Reynas Abdila
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan biaya logistik yang terbilang mahal di Indonesia dapat menjadi penghambat masuknya investasi.
Tidak hanya masalah biaya logistik tapi juga aspek lain mulai dari sinkronisasi antar kementerian dan regulasi yang tumpang tindih antara pusat dengan daerah, serta antar kementerian maupun lembaga pemerintah.
Baca juga: Ketua DPD RI Dorong Pemda Sumba Barat Daya Tata Suplay Chain dan Pangkas Biaya Logistik
Menurut dia, kehadiran Omnibus Law dan terbitnya sovereign wealth fund (SWF) juga tidak serta-merta dapat memuluskan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
“Apakah hal tersebut cukup? Tentu tidak. Butuh kebijakan turunan yang perlu dilakukan pada level daerah karena memang ada ketidaksinkronan antara pusat dengan daerah. Periode pertama misalnya ada delapan paket kebijakan, pemerintah bisa dikatakan gagal menarik investasi,” ujarnya kepada media, Senin (29/3/2021).
Riefky juga menilai faktor lain yang kerap jadi penghambat masuknya investasi ke Indonesia adalah soal biaya tenaga kerja yang relatif mahal ditambah dengan kemampuan yang rendah.
Baca juga: Mantan Menkeu Ini Perkirakan Ekonomi Tidak Mungkin Tumbuh di Kuartal I 2021
Selain itu, aspek insentif investasi juga menjadi salah satu faktor penentu guna meningkatkan daya saing investasi nasional.
Kepastian insentif investasi bukan hanya untuk mengundang investor baru saja, melainkan juga untuk memberikan perlakuan yang lebih baik bagi investor yang sudah menanamkan investasinya di Indonesia.
International Monetary Fund (IMF) dan OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) juga pernah menyatakan bahwa insentif investasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam menjamin ekosistem kemudahan berusaha.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilaimahalnya biaya logistik Indonesia menjadi penyebab keengganan investor merealisasikan investasinya di Tanah Air.
Hal itu disampaikan saat meresmikan Batam Logistic Ecosystem, Kamis (18/3/2021).
Sri Mulyani menyatakan biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 persen dari PDB (produk domestik bruto) nasional.
Persentase itu jauh di atas rata-rata biaya logistik di negara tetangga yang hanya sekitar 10 persen.
Biaya logistik di Malaysia, misalnya, hanya 13 persen dari PDB.
"Kalau kita mau menjadi negara besar, ingin Indonesia maju, masyarakatnya sejahtera, ingin investasi datang ke sini, biaya logistik harus lebih kompetitif," ujarnya.