Sabtu, 13 September 2025

Premium dan Pertalite akan Dihapus

Pertamina Tetap Sediakan Pertalite Hingga Tahun Depan, Dirut: Bertahap Dorong Pemakaian Pertamax

Ia mengatakan, pada dasarnya kebijakan penghapusan jenis BBM tertentu merupakan kewenangan pemerintah.

Editor: Hendra Gunawan
dok Pertamina
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dipastikan akan tetap tersedia dan dijual pada tahun depan.

Hal ini ditegaskan PT Pertamina (Persero) seiring dengan rencana pemerintah bakal menghapus Premium dan Pertalite secara bertahap untuk mendorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.

Pjs. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, Pertamina tetap menyediakan pertalite hingga ada aturan baru dari pemerintah.

"Kami tetap akan menyalurkan Pertalite di tahun 2022," ujar Pjs. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada Kompas.com, Kamis (30/12/2021).

Baca juga: Pengamat Sebut 2 Dampak yang Terjadi Bila Premium dan Pertalite Dihapus

Ia mengatakan, pada dasarnya kebijakan penghapusan jenis BBM tertentu merupakan kewenangan pemerintah.

Seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang, yang mengatur rekomendasi penjualan BBM dengan research octane number (RON) 91.

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, bahwa Premium memiliki RON 88 dan Pertalite memiliki RON 90.

Baca juga: Pemerintah Akan Hapus Premium dan Pertalite, Berikut Tanggapan dari Pertamina, YLKI dan Pengamat

Sehingga secara bertahap masyarakat akan didorong untuk menggunakan jenis BBM yang ramah lingkungan dengan RON 91 yaitu Pertamax.

"Maka tahapan selanjutnya, kami akan mendorong masyarakat menggunakan yang lebih baik supaya sesuai ketentuan minimum RON 91," ujarnya dalam konferensi pers di Istana Negara yang ditayangkan di Youtube Wakil Presiden RI, dikutip Rabu (29/12/2021).

Meski demikian, ia menekankan, Pertamina tidak akan serta merta menghapus Pertalite.

Perseroan akan melakukan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya penggunaan BBM ramah lingkungan dan lebih baik untuk mesin kendaraan.

Oleh karena itu, Nicke memastikan, bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan penghapusan BBM jenis Pertalite.

Baca juga: Soal Penghapusan Premium dan Pertalite, Berikut Pernyataan Pemerintah, Pertamina, Pengamat dan YLKI

Artinya, Pertalite masih akan dipasarkan dan dapat dibeli masyarakat.

"Tidak ada ada kebijakan hari ini yang menghapuskan Pertalite. Pertalite masih ada di pasar, jadi silahkan (dibeli)," kata Nicke.

"Ini lebih ke edukasi ke masyarakat mendorong menggunakan yang lebih baik yaitu Pertamax, agar kita berkontribusi terhadap penurunan karbon emisi di Indonesia," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah bersiap menghapus bahan bakar minyak (BBM) Premium dan Pertalite secara bertahap, untuk kemudian digantikan dengan BBM yang lebih ramah lingkungan yakni Pertamax.

Untuk diketahui Premium memiliki nilai oktan atau Research Octane Number (RON) sebesar 88, sementara Pertalite nilai oktannya 90.

Angka RON ini berada di bawah nilai kesepakatan global yang mengamanatkan negara-negara di dunia untuk menjaga ambang batas emisi karbon dan polusi udara dengan memakai bensin minimal RON 91.

Baca juga: Pertamina: Ketersediaan BBM Pertalite di Atas 10 Hari 

Masa transisi Premium ke Pertamax

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Soerjaningsih mengatakan, peralihan Premium ke Pertalite mampu menurunkan kadar emisi CO2 sebesar 14 persen. Peralihan Pertalite ke Pertamax dapat menurunkan kadar emisi CO2 sebesar 27 persen.

“Kita memasuki masa transisi di mana Premium akan digantikan dengan Pertalite, sebelum akhirnya kita akan menggunakan BBM yang ramah lingkungan," ujar Soerjaningsih dalam siaran pers, seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Apa saja yang seharusnya dilakukan pemerintah di masa transisi tersebut?

Penghapusan Premiun dan Pertalite harus perhatikan hal ini

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno menilai, kebijakan penghapusan Premium dan Pertalite merupakan langkah yang sudah sepatutnya dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Meski begitu, ada sejumlah hal yang menurut Eddy perlu diperhatikan dalam penerapan kebijakan ini. 

Pertama, Pertamina harus melakukan sosialisasi yang baik agar masyarakat dapat memahami urgensi dari kebijakan penghapusan Premium dan kemudian Pertalite ini.

Kedua, Eddy juga menilai bahwa insentif harga perlu diberikan dalam peralihan BBM ini agar selisih harga antara Premium, Pertalite, dan Pertamax tidak terlalu besar. Dengan begitu, harapan Eddy, masyarakat dapat beralih dengan kesadaran sendiri tanpa merasa keberatan.

Ketiga, Eddy juga berpesan agar kebijakan penghapusan Premium dan kemudian Pertalite ini dilakukan secara bertahap.

Keempat, “Kami juga meminta agar daerah 3T mendapatkan perhatian khusus karena di daerah-daerah tersebut kondisi perekonomian masyarakat masih belum kuat, sehingga harus tetap ditopang dengan keberadaan BBM yang bisa terjangkau,” ujar Eddy.

Jangan Gegabah

Peneliti Institute of Development and Economics Finance (Indef) Abra Talattov, mewanti-wanti agar pemerintah tidak gegabah dan terburu-buru dalam mengambil keputusan ini.

Sebab, pemerintah harus juga memperhitungkan baik dan buruknya bagi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.

“Selain itu, masih adanya kenaikan di komoditas energi, ketika Premium dan Pertalite ini dihapus, apalagi dihapusnya tahun depan misalnya, pasti akan berdampak yang luar biasa besar bagi ekonomi dan sosial. Karena masyarakat diharuskan mengeluarkan tambahan biaya dan pengeluaran,” kata Abra kepada Kontan.co.id, Senin (27/12/2021).

Dari situ, kenaikan 2 BBM ini juga akan menimbulkan kenaikan-kenaikan harga, baik dari sisi transportasi dan juga bahan pokok.

Artinya selain masyarakat harus kehilangan alternatif BBM murah, masyarakat juga akan berpotensi menghadapi harga BBM yang lebih tinggi lagi ditahun mendatang.

Menurutnya, ketika akan berencana menghentikan penjualan BBM jenis Premium dan Pertalite dari pasaran, pemerintah perlu memikirkan momen yang tepat.

Terlebih di 2022 mendatang sebaiknya pemerintah lebih memikirkan dan fokus pada pemulihan ekonomi, agar konsolidasi fiskalnya dapat tercapai, dan deficit APBN di 2023 bisa di bawah 3%.

“Jangan sampai target-target tadi buyar karena satu kebijakan yaitu menghilangkan 2 BBM tersebut, bahkan bisa jadi efek domino ke sektor lain,” jelas Abra.

Senada dengan Abra, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran Yayan Satyaki mengatakan, jika pemerintah ingin menghapus kedua BBM tersebut, maka pemerintah terlebih dahulu harus mempertimbangkan subsidi energi yang lebih efektif agar masyarakat bisa memperoleh manfaatnya.

“Misalnya dengan kartu miskin atau kartu sejenisnya, masyarakat mampu memperoleh subsidi langsung ketika membeli atau mengonsumsi energi,” tutur Yayan. (Kompas.com/Akhdi Martin Pratama/Aprilia Ika/Yohanna Arta Ully)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan