Harga Minyak Goreng
Minyak Goreng Satu Harga, Emak-emak Serbu Minimarket hingga Pembelian Dibatasi
Minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter yang berlaku Rabu (19/1/2022) menjadi banyak incaran emak-emak.
Penulis:
Reynas Abdila
Editor:
Muhammad Zulfikar
Sebab, kata dia, suplai minyak berada di perusahaan dan dipantau pemerintah pusat.
"Kami menunggu pasokan, karena operasional itu di Kemendag (Kementerian Perdagangan). Stoknya ada di sana," katanya.
Baca juga: Minyak Goreng Harga Rp 14.000 per Liter Dijual Mulai Hari Ini, Tersedia hingga 6 Bulan ke Depan
Sebelumnya, Pemkot Bandung sempat menggelar Operasi Pasar Murah minyak goreng, Kamis 13 Januari 2022.
Operasi itu dilakukan hasil kerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Pemerintah Provinisi Jawa Barat, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung untuk membantu warga memperoleh minyak goreng dengan harga murah.
Total ada 7.200 liter minyak goreng untuk warga yang dijual dengan harga Rp14 ribu per liter.
"Masyarakat di tiap kecamatan yang telah membeli minyak di acara Operasi Pasar Murah ini yang diundang melalui surat undangan," ucapnya.
Sempat Bikin Gundah
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan kenaikan harga minyak goreng yang terjadi akibat tingginya harga kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) di tingkat global.
Erick menyadari dampak minyak goreng tidak hanya dikeluhkan para pedagang tapi juga ibu-ibu rumah tangga.
Baca juga: Minyak Goreng Dijual Rp 14 Ribu Mulai Hari Ini, Belum Bisa Dibeli di Pasar Tradisional
"Kenaikan CPO memang meningkatkan nilai ekspor, tapi dampak negatifnya harga minyak goreng kelapa sawit di dalam negeri justru ikut melonjak," tutur Erick.
"Di kelapa sawit itu kita diuntungkan, harganya mahal, tetapi tentu ibu-ibunya jadi gundah. Ketika bicara pupuk juga bahan baku pupuk naik sampai tiga kali lipat. Artinya ada tekanan yang kita hadapi di 2022," sambungnya.
Erick menyampaikan disrupsi digital dan inovasi juga menjadi tantangan yang dihadapi Indonesia.
Kondisi pangan RI, terang Erick, sekarang masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.
Produk pangan kedua negara tetangga dapat bersaing secara global.
"Sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya bisa menghasilkan produk-produk pangan unggulan yang bisa mendunia," imbuhnya.
Menurut dia, persoalannya aspek supply demand tidak berpihak kepada para petani.
Erick menilai penting untuk menciptakan ekosistem hasil pangan dengan karakteristik domestik.
"Kalau kita tidak memperbaiki ekosistem kita, roadmap kita, market kita tentu akan menjadi kekalahan. Indonesia hanya dilihat sebagai market dan sumber daya alam yang baik," tutup Erick.