Jumat, 15 Agustus 2025

Tak Dibayar, Utang Lapindo Mencapai Rp 2,23 Triliun Hingga Jatuh Tempo Pada 2020

Utang dana talangan PT Minarak Lapindo Jaya (LMJ) per 31 Desember 2020 dan sudah jatuh tempo kini telah mencapai Rp 2,23 triliun lebih.

Editor: Hendra Gunawan
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Menjelang Ramadhan, warga korban lumpur memanjatkan doa untuk keluarga mereka yang telah wafat dan makamnya kini tenggelam oleh Lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Utang dana talangan PT Minarak Lapindo Jaya (LMJ) per 31 Desember 2020 dan sudah jatuh tempo kini telah mencapai Rp 2,23 triliun lebih.

Hingga kini pemerintah terus melakukan upaya penagihan, namun belum ada pembayaran dari perusahaan milik Abu Rizal Bakrie tersebut.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban memerinci, utang milik Aburizal Bakrie ini sebesar Rp 2.233.941.033.474.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jumlah tersebut termasuk pokok, bunga, dan denda yang harus dibayar.

Baca juga: Mengenal Harta Karun Dunia Rare Earth di Bawah Lumpur Lapindo

“Sudah jatuh tempo berikut bunga dan denda, itu sekarang sudah di atas Rp 2 triliun. Semakin lama dendanya maka akan semakin besar, dan akan kami hitung,” tutur Rio dalam bincang media bareng DJKN, Jumat (28/1/2022).

Selain itu, Rio menyampaikan bahwa pihak perusahaan sejauh ini telah memberikan penawaran untuk membayar utang melalui pengalihan aset, yaitu tanah di Sidoarjo, Jawa Timur.

Akan tetapi, Ia mengatakan, pihaknya masih mempertimbangkan penawaran tersebut, jika kenyataanya perusahaan tidak bisa membayar dan akan menyerahkan jaminan.

Selain itu adanya peninjauan aset tersebut bernilai atau tidak menjadi pertimbangan kuat DJKN.

Baca juga: Di Balik Lumpur Lapindo, Tersimpan Harta Karun Incaran Dunia

Meski begitu, Rui menyebut pihaknya masih lebih memilih agar pembayarannya dilakukan secara tunai dan bukan aset.

“Ya kita lihat dulu jaminannya itu ada nilainya atau tidak. Penilai sudah bekerja dan penilaian itu sudah dilakukan, ini sedang kita lihat,” jelas Rio.

Adapun, utang lapindo ini sudah ada sejak 2007, saat pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana alam Lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.

Baca juga: Penagihan Utang oleh Pemerintah ke Lapindo Dinilai Wajar

Pada saat itu Bakrie diberikan pinjaman oleh negara sebesar Rp 781,68 miliar. Jumlah tersebut belum termasuk bunga dan denda keterlambatan pengembalian.

Perjanjian pinjaman ini memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%. Sementara itu, denda yang disepakati adalah 1/1000 per hari dari nilai pinjaman.

Dalam perjanjian tersebut Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda atau Lunas pada 2019 lalu.

Akan tetapi, sejak utang tersebut dicairkan melalui perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 mengenai Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak pada 22 Maret 2007, Lapindo hanya mencicil 1 kali saja.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan