Harga Kedelai tak Terkendali
Dampak Naiknya Harga Kedelai: Pengusaha Tahu dan Tempe Rumahkan Pekerja hingga Mogok Produksi
Melonjaknya harga kedelai telah berdampak kepada pengusaha tahu dan tempe. Mereka berencana akan merumahkan pekerja hingga menggelar mogok produksi.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Naiknya harga kedelai di pasaran berdampak pada produksi tempe, tahu, hingga keripik.
Dikutip dari Kompas TV, harga kedelai impor di pasaran saat ini berada di angka Rp 11.500 per kilogram dari sebelumnya di kisaran Rp 10.000.
Dampak dari naiknya harga kedelai pun dirasakan oleh salah satu pengusaha tahu rumahan asal Depok, Irfan Suhendar.
Irfan berencana akibat dari naiknya harga kedelai, ia melakukan mogok produksi.
“Kalau kenaikan ini memang cukup lumayan juga, terasa banget. Apalagi di saat pandemi begini. Kita serba salah, mau naik (hara) juga susah, kalau enggak naik harga susah juga. Mau enggak mau dinaikkan,” kata Irfan pada Sabtu (19/2/2022), dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, ia mengungkapkan kenaikan harga kedelai telah terjadi sejak tiga bulan yang lalu.
Baca juga: Harga Kedelai Naik, Mulai Besok Pengusaha Tahu di Depok Mogok Produksi
Baca juga: Perajin Tahu dan Tempe di Lampung Diimbau Gunakan Kedelai Lokal
Namun ia mengaku mulai merasakan kenaikan tertinggi pada akhir Januari 2022.
“Tiga bulan lalu sudah naik. Tiga minggu lalu mulai naik drastis. Mau enggak mau (tahu) harus naik harganya,” ungkapnya.
Mogok pun tidak hanya dilakukan oleh Irfan tetapi juga pengrajin tahu dan tempe di Jabodetabek.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta, Sutaryo dalam tayangan Kompas Malam di Kompas TV pada Sabtu (19/2/2022).
Ia mengatakan, mogok akan dimulai besok Senin (21/2/2022) hingga Rabu (23/2/2022).
“Mogok sudah dipastikan Senin hingga Rabu dan akan diikuti di Jawa Tengah dan Jawa Barat.” ujar Sutaryo.
Selain itu, ketika mogok produksi dilakukan, Sutaryo mengatakan 500 ton tahu dan tempe akan hilang di pasaran selama tiga hari tersebut.
“Betul, produksi di Jakarta saja sudah 15 ribu ton dan belum provinsi lain.”
“Dan ini sangat luar biasa karena kalau kita total, kebutuhan produksi nasional 250 ribu ton per bulan.” ujarnya.
Ketika ditanya soal masalah utama yang dialami pengusaha tahu dan tempe, Sutaryo mengungkapkan bahwa fluktuasi harga menjadi masalah utama.
“Yang tidak nyaman untuk pengrajin tempe dan tahu adalah fluktuasi harga yang tiap hari naik,” jelasnya.
Rumahkan Pekerja

Melonjaknya harga kedelai membuat pengusaha tempe di Kota Padang, Sumatera Barat terpaksa merumahkan beberapa pekerja.
Selain itu, para pengusaha tempe di Kota Padang juga akan mengurangi jumlah produksinya karena khawatir apabila ukuran tempe buatanya diperkecil atau harga dinaikan maka akan tidak laku.
Dikutip dari Kompas TV, diketahui pengusaha tempe di Kota Padang biasanya menghabiskan 8 karung kedelai tetapi saat ini hanya dapat memproduksi tiga karung kedelai.
Pengurangan pekerja juga dilakukan pengusaha tahu di Kota Bengkulu.
Baca juga: Dilema Penjual Gorengan, Saat Harga Minyak Goreng dan Kedelai Naik Hampir Bersamaan
Salah satu pengusaha tahu di Kota Bengkulu, Fakih Mustofa mengaku terpaksa merumahkan sebagian pekerja.
Selain itu, dirinya juga terpaksa harus mengurangi jumlah produksi hingga memperkecil ukuran tahu agar bisa bertahan.
Apabila harga kedelai terus melonjak, Faqih mengaku pasrah dan berhenti beroperasi alias gulung tikar.
“Bisanya memperkecil ukuran, kalau pembelinya kurang ya tetap mengurangi produksi juga.”
“Mungkin kalau naik terus ya gak bisa lagi (gulung tikar),” ujar Fakih.
Selain pengusaha tempe dan tahu, kenaikan harga kedelai juga dikeluhkan pengusaha keripik tempe di Semarang, Jawa Tengah.
Dikutip dari Kompas TV, meskipun adanya kenaikan harga, pengusaha rumahan keripik tempe tidak berani menaikan harga atau memperkecil ukuran karena takut kehilangan konsumen.
Hal ini dirasakan oleh salah satu pengusaha rumahan keripik tempe di Semarang, Giriyati.
Baca juga: Kedelai Mahal, Tempe di Warteg Bisa Seukuran Kartu ATM
Dirinya mengatakan akan tetap bertahan walaupun mendapat keuntungan yang sedikit.
“Tetap bertahan walaupun dengan laba yang minim,” ujar Giriyati.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/M.Chaerul Halim)(Kompas TV/Natasha Ancely)
Artikel lain terkait Harga Kedelai Tak Terkendali