Selasa, 19 Agustus 2025

Tekanan Eksternal Kembali Dorong Rupiah Melemah ke Level Rp 14.845 Per Dolar AS

pukul 09.10 WIB, rupiah melemah tipis ke posisi Rp 14.845 dari posisi penutup perdagangan kemarin Rp 14.840 per dolar AS.

Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Jumat (24/6/2022) pukul 09.10 WIB, rupiah melemah tipis ke posisi Rp 14.845 dari posisi penutup perdagangan kemarin Rp 14.840 per dolar AS. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan pagi ini, Jumat (24/6/2022) mengalami pelemahan.

Sekitar pukul 09.10 WIB, rupiah melemah tipis ke posisi Rp 14.845 dari posisi penutup perdagangan kemarin Rp 14.840 per dolar AS.

Analis Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, pelemahan rupiah masih disebabkan sentimen eksternal yang cukup besar.

Baca juga: Rupiah Menguat Tipis Usai Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan

"Selain sentimen The Fed yang masih berpotensi menaikan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin di Juli, isu kekhawatiran resesi yang mengemuka juga memberikan tekanan ke rupiah," papar Ariston.

Ia melihat, potensi pelemahan rupiah pada hari ini berada pada kisaran Rp 14.880 sampai Rp 14.900 per dolar AS, dengan support di kisaran Rp 14.800 per dolar AS.

"Gap suku bunga acuan Bank Indonesia dengan Amerika Serikat kian dekat yang berpotensi mendorong pelarian aset ke aset dolar AS dan ini bisa menekan rupiah," ucapnya.

Kemarin sore, sekitar pukul 15.56 WIB, rupiah menguat 0,15 persen ke posisi Rp 14.840 dari penutupan perdagangan kemarin Rp 14.862 per dolar AS.

Sementara, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini menguat ke posisi Rp 14.836 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.860 per dolar AS.

Diketahui, Bank Indonesia telah memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.

Rupiah Sentuh Rp 14.800, Sri Mulyani Bilang Negara Lain Melemah Lebih Dalam

Kementerian Keuangan menyatakan, Indonesia harus mewaspadai perkembangan  pasar keuangan karena sekarang risiko bergeser dengan adanya inflasi, kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dengan itu, maka risiko di sektor keuangan menjadi meningkat, termasuk dari sisi nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang lainnya. 

"Termasuk Indonesia yang dalam hal ini juga mengalami depresiasi. Depresiasi di Indonesia yang bahkan mencapai Rp 14.800 (per dolar AS) itu masih lebih baik," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Rupiah Menguat Tipis Sore ini, Analis: Tekanan Eksternal Masih Cukup Besar

Sementara, dirinya mencatat pelemahan mata uang di negara-negara lain lebih dalam yakni Filipina di 6,4 persen, India 5 persen, Malaysia 5,5 persen, Thailand 6,3 persen, dan Turki di 30 persen. 

"Untuk Turki, mereka mengalami penurunan dari mata uang lokalnya," kata Sri Mulyani. 

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut mengingatkan bahwa pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral AS atau The Fed melalui kenaikan suku bunga dipastikan belum selesai. 

"Ini akan menjadi satu tren yang harus kita waspadai karena hasil rapat The Fed itu kebijakannya akan cenderung makin ketat. Jadi, ini belum merupakan penyesuaian (suku bunga) yang terakhir," pungkasnya.

BI Akui Rupiah Sudah Melemah 4,14 Persen dari Posisi Akhir 2021

Di tengah ketidakpastian pasar keuangan global, nilai tukar rupiah tepantau melemah. Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah sampai dengan 22 Juni 2022 mengalami depresiasi sekitar 4,14 persen year to date (ytd), bila dibandingkan dengan level akhir 2021.

“Depresiasi tersebut sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global,” jelas Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (23/6) via video conference.

Perry mengklaim pasokan valas domestik tetap terjaga dan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia tetap positif.

Hal ini mendorong depresiasi rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan negara sebaya, seperti India yang terdepresiasi 5,17 persen , Malaysia terdepresiasi 5,44 persen , serta Thailand yang terdepresiasi 5,84 persen.

Ke depan, Perry akan terus mencermati perkembangan nilai tukar rupiah dan akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya.

Namun, Perry meyakini mata uang Garuda ini akan terus kuat seiring dengan kondisi neraca pembayaran (NPI) yang surplus sehingga pasokan valas memadai serta kecukupan cadangan devisa sebagai bantalan rupiah.

Baca juga: Rupiah Menguat Tipis Usai Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan

'“Dengan upaya tersebut diharapkan rupiah tetap stabil dan mendukung pengendalian inflasi dengan mempertahankan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental,” tandas Perry Warjiyo.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan