Senin, 18 Agustus 2025

Utang Pemerintah Rp344 Miliar Belum Dibayar, Pengusaha Ancam Mogok Jualan Migor

Utang Pemerintersebut berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 silam yang belum dibayar hingga kini

Editor: Hendra Gunawan
WARTA KOTA/WARTA KOTA/ABN
Pengunjung antre membeli minyak goreng 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengancam akan berhenti menjual minyak goreng (migor) di seluruh ritel anggotanya jika pemerintah tidak segera membayar utang sebesar Rp344 miliar.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan utang tersebut berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 silam yang belum dibayar hingga saat ini.

"Di antara anggota kami, kami saat ini sedang mengkaji inisiasi untuk menghentikan pembelian, pengadaan minyak goreng dari produsen dan pemasok minyak goreng," tegas Roy, Kamis (13/4).

Baca juga: Kunjungi Pasar Murah di Jakarta Timur, Mendag Zulkifli Hasan Bagi-bagi Minyak Goreng dan Beras

Program minyak satu harga dilakukan dalam rangka kepatuhan kalangan usaha pada Permendag nomor 3 tahun 2022.

Kala itu semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter, sementara itu harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp 17.000-20.000 per liter.

Nah selisih harga atau rafaksi itu dalam Permendag 3 disebut akan dibayarkan pemerintah melalui BPDPKS.

Menurut Roy, pemerintah seharusnya membayar utang selisih harga tersebut 17 hari setelah program berlangsung. Setahun berlalu dan belum juga dibayarkan.

Roy menyebut pihaknya sudah berusaha menagih utang itu dengan berbagai cara. Ia mengungkapkan telah menemui Kemendag, namun belum mendapat jawaban.

Aprindo juga sudah mengadu ke Komisi VI DPR RI dengan harapan dapat mendorong Kemendag memberikan verifikasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) agar utang sebanyak Rp344 miliar itu bisa segera cair.

Baca juga: Promo JSM Alfamart Spesial Ramadhan, 31 Maret 2023: Diskon Susu Anak, Minyak Goreng, dan Biskuit

Namun sayangnya, semua cara itu tidak membuahkan hasil.

Terakhir Aprindo bersurat ke Presiden Joko Widodo, dengan harapan ada tindak lanjut.

"Kita sudah menghadap ke Kemendag, sudah lapor ke komisi VI, tapi sampai hari ini belum ada jawaban. Hingga akhirnya kami bersurat ke presiden," kata Roy.

Roy kembali menekankan, inisiasi ini masih dalam proses diskusi dengan anggota Aprindo sambil menunggu hasil tindak lanjut dari pemerintah.

Namun, jika dalam waktu dekat pemerintah tidak segera membayar utangnya, Aprindo secara tegas akan menghentikan pengadaan minyak goreng premium secara otomatis di 48.000 ritel
Aprindo.

Baca juga: Wakil Ketua Umum PBNU Nusron Wahid Gelar Bazar Minyak Goreng Murah

"Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar. Soal kapannya (setop jual), kami masih koordinasi dulu dengan anggota asosiasi, bila sama sekali tak ada perhatian dari pemerintah kami akan lakukan itu," ujar Roy.

Ia menjelaskan program minyak satu harga yang diluncurkan pemerintah pada awal 2022 tersebut bukan kemauan Aprindo.

Hanya saja, keharusan tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022.

Aturan itu mengharuskan pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14 ribu per liter. Hal tersebut imbas harga minyak goreng yang liar di pasar pada awal tahun lalu.

"Jadi rafaksi bukan kemauan ritel, karena ada regulasi Permendag itu. Itu ketentuan yang berlaku di Permendag 3 perihal minyak goreng satu harga. Semua dijual Rp14 ribu dari
19 Januari sampai 31 Januari," jelas dia.

Dalam aturan itu, ia melanjutkan, pemerintah juga diharuskan membayar selisih harga. Namun, utang belum dibayarkan, Permendag 3 justru digantikan dengan Permendag
Nomor 6 tahun 2022.

Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal pembayaran selisih harga yang seharusnya ditanggung pemerintah. Sehingga, sampai saat ini pengusaha belum menerima pembayaran utang tersebut.

"Permendag 6 muncul jadinya Permendag 3 jadi tak berlaku lagi, tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari sudah kita penuhi semuanya, tapi belum juga dibayar," pungkasnya.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pun menilai bos ritel bisa rugi jika merealisasikan ancaman berhenti menjual minyak goreng imbas pemerintah tak segera membayar utang Rp344 miliar.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan dirinya akan segera menghubungi Aprindo.

"Nanti kita akan koordinasi lagi dengan pak Roy, siang ini akan saya telepon. Ya nanti kita koordinasikan lah, intinya jangan sampai kejadian seperti itu. Kan ini akan menimbulkan masalah baru," kata Isy, Jumat (14/4).

Isy menegaskan pemerintah sebenarnya bukan tidak mau bayar utang, tetapi perlu hati- hati.

"Saya kira ini kita sama-sama, kan ini menyangkut uang negara. Jadi saya kira, prinsip kehati-hatian itu yang harus kita pegang," tambahnya.

Isy mengatakan saat ini Kemendag sedang meminta pendapat dari Kejaksaan Agung mengenai keputusan apakah utang tersebut akan dibayar atau tidak. Permintaan pendapat hukum dilakukan agar nantinya pembayaran tidak melanggar aturan.

"Ini sekarang masih proses, jadi kita tinggal menunggu hasil dari pendapat hukum dari Kejaksaan Agung. Bukan masalah duitnya. Tapi karena prinsip kehati-hatian saja," kata Isy.(tribun network/tis/dod)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan