Minggu, 10 Agustus 2025

Saat Inul Cs Masih Was-was Pajak Hiburan Bakal Melonjak Lagi

Ia mengaku sebelum Pandemi masih memiliki 7.000 karyawan, akan tetapi wabah Covid-19 telah 'menyapu' sebanyak 2.000 karyawannya.

Editor: Hendra Gunawan
Tangkapan layar kanal YouTube Intens Investigasi
Inul Daratista, ketua umum Industri Pariwisata Indonesia, dan Hotman Paris. 

Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani mengatakan penerapan peraturan ini justru memperjelas diskriminasi pemerintah terhadap 5 sektor usaha tersebut jika dibandingkan usaha lainnya.

“Karena ini berisi tentang perlakuan tarif yang berbeda untuk usaha jasa hiburan yaitu karaoke,diskotik, bar, club malam, spa atau mandi uap,” ungkapnya saat ditemui Kontan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (7/2/2024).

Menurutnya, jika memang kelima kategori usaha tersebut ingin dibatasi, pemerintah seharusnya tidak menekankan pada kenaikan tarif pajak namun secara perizinan.

Baca juga: Masuk Kategori Pariwisata, Sandiaga Uno Sebut Industri Spa Harusnya Tak Kena Kenaikan Pajak Hiburan

“Kalau memang kategori usaha ini memang mau dibatasi, seharusnya bukan dari tarif tapi perizinan,” kata Hariyadi.

Kemudian, selama dalam proses gugatan GIPI ungkapnya juga akan mengeluarkan surat edaran yang menghimbau terutama kepada anggotanya untuk membayar pajak sesuai dengan tarif terdahulu yaitu hanya sebesar 10%.

“Karena proses gugatan ini yang cukup panjang, dan karena kita ketahui sebentar lagi ada pemilu, MK pasti akan memprioritaskan penanganan perkara yang berkaitan dengan pemilu. Jadi GIPI bakal sebar edaran agar anggotanya membayar pajak mengikuti pajak yang lama yaitu 10%,” jelas Hariyadi.

Ia menambahkan, dampak penetapan pajak yang tinggi dalam usaha hiburan akan berdampak padas kehilangan konsumen dan berakhir pada penutupan usaha serta banyaknya pekerja di sektor hiburan yang akan kehilangan lapangan kerja.

Disisi lain, dalam mengajukan Judicial Review tersebut Muhammad Joni selaku kuasa hukum dari pihak GIPI, pihaknya mendalilkan dengan 5 batu uji di UUD 1945 yaitu:

Pasal 28 D 1 tentang kepastian hukum yang adil

Pasal 28 I ayat 2 tentang larangan untuk tidak dilakukan tindakan diskriminatif

Pasal 28 G ayat 2 tentang perlindungan terhadap harta di bawah kekuasaannya

Pasal 28 H ayat 1 tentang pelayanan kesehatan

Pasal 27 ayat 2 hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak

Joni menambahkan, dinaikkannya pajak hiburan untuk 5 industri tersebut tidak ditemukan rujukannya di dalam naskah akademis. Dan jika alasan diberlakukannya pajak yang tinggi karena kelimanya dikualifikasikan sebagai hiburan yang bersifat mewah dan bersifat perlu dikendalikan, maka hal tersebut juga menurutnya tidak seperti fakta yang ada di lapangan.

“Bahkan sekarang adapun layanan karaoke itu paket hemat, dua jam bayar satu jam itu meruntuhkan argumentasi atau pandangan pembuat undang undang bahwa kelima jenis itu adalah produk jasa hiburan yang mewah,” tutupnya. (Tribunnews.com/Kontan)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan