Maskapai Akan Hadapi 'Kiamat' Penumpang Akibat Ulah Pemerintah Cari Uang Pariwisata di Tiket Pesawat
Iuran pariwisata melalui tiket pesawat jelas akan menambah beban biaya penerbangan, terlebih selama ini biaya tiket pesawat sudah tinggi.
Termasuk para pelaku pariwisata bahwa biaya transportasi udara yang mahal menyebabkan lambatnya peningkatan kunjungan wisatawan.
"Kebijakan ini aneh justru mau menarik iuran pariwisata dari harga tiket pesawat. Ini namanya kebijakan mau cari gampang, mengatasnamakan pariwisata, tetapi malah mematikan pariwisata," terang Andreas.
Harga Tiket Jadi Mahal
Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja berpendapat, adanya iuran pariwisata dalam komponen tiket pesawat maka membuat harga tiket menjadi lebih mahal bagi penumpang.
Maskapai juga akan terkena dampak karena jumlah penumpang akan berkurang jika harga tiket dianggap mahal.
"Dengan demikian tidak seharusnya iuran pariwisata yang sedang digagas oleh Kemenparekraf ditambahkan dalam komponen harga tiket pesawat karena akan menjadi beban tambahan bagi penumpang dan maskapai penerbangan," kata Denon.
Menurut Denon, saat ini bisnis penerbangan sedang dalam kondisi rebound setelah terpuruk akibat pandemi Covid -19 pada tahun 2020 sampai dengan 2022 lalu.
Selain itu, Denon melihat banyak kendala yang dihadapi maskapai penerbangan Indonesia sehingga proses rebound tidak bisa berlangsung lancar jika dibandingkan dengan maskapai penerbangan internasional.
Denon melihat bahwa permasalahan yang dihadapi maskapai Indonesia di antaranya adalah berkurangnya jumlah ketersediaan pesawat beserta suku cadang (spareparts) dan sumber daya manusia yang siap untuk dioperasikan.
Selain itu juga meningkatnya biaya operasi yang disebabkan oleh naiknya harga bahan bakar avtur dan nilai tukar mata uang Rupiah yang terus melemah terhadap mata uang Dollar AS.
"Padahal sekitar 70 persen biaya operasional penerbangan dipengaruhi oleh Dollar AS, di antaranya terkait harga avtur, biaya sewa pesawat, biaya perawatan dan pengadaan spareparts dan lainnya," ungkap Denon.
Sementara itu, tarif penerbangan sejak tahun 2019 sampai saat ini belum disesuaikan oleh pemerintah padahal komponen biaya tarif penerbangan sudah meningkat.
Misalnya untuk kurs Dollar AS dari tahun 2019 sebesar Rp14.102, dan tahun 2024 menjadi Rp. 16.182, atau meningkat 15 persen. Bahkan, Denon menyebut harga jual minyak juga terus naik, di mana tahun 2024 ini mencapai 87,48 dolar AS per barrel atau meningkat 37 persen dibanding tahun 2019 yaitu 64 dolar per barrel.
"Dengan demikian pengenaan iuran pariwisata pada tiket pesawat akan menjadi kontraproduktif, karena dapat menyebabkan harga tiket naik, jumlah penumpang turun dan kondisi bisnis maskapai penerbangan juga turun sehingga program perluasan konektivitas transportasi udara dari pemerintah menjadi tidak tercapai," tegasnya.
Garuda Indonesia Menolak
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra secara tegas tidak setuju dengan wacana pemerintah memasukan komponen iuran pariwisata ke harga tiket, karena akan membuat harga tiket pesawat naik.
"Nanti harga yang dibayar oleh penumpang maskapai naik dan pasti yang dipersalahkan adalah pihak maskapai. Padahal dana itu (iuran pawisata) hanya 'lewat' aja," kata Irfan.
Waspada Modus Penipuan Tiket Bus, Pelaku Ubah Nomor Agen di Google Maps |
![]() |
---|
Natal dan Tahun Baru 2026 Akan Ada Diskon Pesawat 14 Persen, Kereta 30 Persen |
![]() |
---|
Garuda Angkut Buku Kuno dan Arsip Sejarah dari Belanda, Tiba di Jakarta dengan Penanganan Khusus |
![]() |
---|
Diskon Tiket Whoosh hingga Rp50 Ribu, Periode Pemesanan 1-10 Oktober 2025 |
![]() |
---|
YLKI: Korban Keracunan MBG Bisa Ajukan Gugatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.