UU Cipta Kerja
Putusan MK: Perumusan Kebijakan Pengupahan Wajib Libatkan Pemda
Putusan Mahkamah Konstitusi mewajibkan pelibatan Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Choirul Arifin
"Artinya, penyusunan kebijakan pengupahan tersebut harus melibatkan banyak pihak. Kekhawatiran para Pemohon atas tidak adanya peran pemerintah daerah tidaklah beralasan," ucap Saldi.
"Karena keberadaan pemerintah daerah justru ditegaskan oleh Pasal 98 ayat (1) dalam. Pasal 81 angka 39 UU 6/2023 yang memiliki kewenangan dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan melalui dewan pengupahan," sambungnya.
Dengan adanya kewenangan pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan, lanjutnya, dapat menjadi salah satu upaya daerah untuk memastikan bahwa kebijakan perumusan pengupahan merupakan bukti adanya sikap responsif terhadap upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak.
Hal ini, sambungnya, mengingat pemerintah daerah memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai potensi, tantangan, dan realitas yang dihadapi oleh tenaga kerja dan pengusaha di daerah mereka masing-masing.
"Selain pemerintah daerah yang harus dilibatkan dalam perumusan kebijakan pengupahan, peran dewan pengupahan juga memegang arti penting untuk terlibat aktif dalam memberikan saran dan pertimbangan yang bermakna agar dapat tersusun sebuah kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah pusat," kata Saldi.
Terlebih, lanjutnya, unsur dari dewan pengupahan tersebut sesuai dengan tingkatan daerahnya adalah pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, pakar dan akademisi.
Oleh karena itu, kata Saldi, pemerintah pusat tidak dapat menetapkan kebijakan pengupahan tanpa sungguh-sungguh memerhatikan aspirasi daerah termasuk pemerintah daerah melalui proses yang bersifat bottom up.
Baca juga: Lirik Lagu POWER - G-Dragon dan Terjemahannya: Now I Got the Power, The Power Power-up
Ia mengatakan dalam hal ini, apabila dicermati secara seksama norma Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 UU Cipta Kerja telah ternyata sama sekali tidak memuat ketentuan berkenaan dengan keterlibatan dewan pengupahan daerah.
Padahal, kata Saldi, dalam perumusan kebijakan pengupahan telah ditentukan dalam Pasal 98 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 39 UU Cipta Kerja yang mengatur keterlibatan dewan pengupahan yang di dalamnya terdapat keterlibatan pemerintah daerah.
Dengan demikian, untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian dalam penetapan kebijakan pengupahan maka ketentuan Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023, menurut Mahkamah, perlu dilakukan pemaknaan "dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebujakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan".
"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, oleh karena norma Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 tidak secara tegas melibatkan dewan pengupahan daerah termasuk pemerintah daerah dalam penetapan kebijakan pengupahan," ucap Saldi.
"Maka dalil para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian," sambungnya.
Hal itu juga ditegaskan dalam amar putusan yang diucapkan oleh Ketua MK Suhartoyo.
Terdapat 25 poin dalam amar putusan yang dibacakan oleh Suhartoyo.
Namun terkait hal itu ditegaskan dalam poin 10 dan poin 18 amar putusan tersebut.
UU Cipta Kerja
VIDEO EKSKLUSIF Gugatan Dikabulkan MK, Said Iqbal: Selama Ini UU Cipta Kerja Rampas Hak-hak Buruh |
---|
Pimpinan Komisi IX DPR Dukung Langkah Pemerintah soal Putusan MK atas UU Cipta Kerja |
---|
Serikat Buruh Minta Pemerintah Patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait UU Cipta Kerja |
---|
VIDEO WAWANCARA EKSKLUSIF PHK Tidak Lagi Bisa Dilakukan Hanya Melalui Pesan WA dan Sepihak |
---|
Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Pemerintah Langgar Putusan MK Soal Pengupahan: Setop Produksi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.