Selasa, 2 September 2025

Revisi UU Kelautan, Menteri Trenggono Tekankan Urgensi Keberlanjutan Sektor Kelautan

Sakti Wahyu Trenggono berencana untuk mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan.

Editor: Sanusi
Dennis Destryawan/Tribunnews.com
REVISI UU KELAUTAN - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta Pusat, Selasa (15/2/2025). Trenggono mengutarakan rencana merevisi Undang-Undang (UU) tentang Kelautan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono berencana untuk mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan.

Trenggono berencana mengusulkan untuk merevisi Undang-Undang Kelautan, agar manfaat ekonomi dan ekologi laut bisa lebih optimal dinikmati oleh daerah.

"Undang-Undang Kelautan yang harus kita ubah, supaya bagaimana manfaatnya ini betul-betul bisa turun kepada daerah," ujar Trenggono di Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).

Baca juga: Menteri KKP Trenggono: Kawasan Konservasi Laut Sudah Mencapai Capai 29,7 Juta Hektare

Dia menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut demi kesejahteraan generasi yang akan datang. Trenggono memaparkan urgensi pembaruan Undang-Undang Kelautan serta manfaat besar dari pengelolaan laut yang berkelanjutan.

“Kita ingin generasi yang akan datang tetap bisa hidup dengan baik dan menikmati keberlanjutan kehidupan di bumi ini,” ujar Trenggono.

Trenggono memaparkan progres perlindungan wilayah laut disebut telah mencapai 29,7 juta hektare, dan ditargetkan meningkat menjadi 97,5 juta hektare pada tahun 2045. Nantinya, manfaat dari kebijakan ini bukan hanya dirasakan dalam jangka pendek, tetapi sangat strategis untuk masa depan bangsa.

Baca juga: Pimpinan Komisi IV DPR Cecar Menteri Trenggono soal Marak Jual Beli Pulau Secara Online

“Secara ekologi, biota kelautan kita akan terjaga, tidak akan punah. Lingkungan alam juga akan kembali seimbang, menyerap karbon, memproduksi oksigen, hingga memelihara siklus air hujan lewat proses kondensasi,” jelasnya.

Trenggono juga menggarisbawahi potensi besar dari skema carbon trading atau perdagangan karbon biru. Wilayah laut Indonesia yang dikelola secara berkelanjutan dapat memberikan manfaat ekonomi tambahan, terutama ketika industri besar harus melakukan kompensasi atas emisi karbon yang mereka hasilkan.

Baca juga: Menteri Trenggono Siapkan Sistem Pemantau Pulau RI Agar Tidak Diperjualbelikan 

“Kalau daerah bisa mengelola wilayah laut dengan baik, ini bisa jadi sumber pendapatan baru melalui skema kompensasi karbon,” tuturnya.

Dia juga menyampaikan kekhawatiran atas praktik penangkapan ikan yang tidak terukur dan tidak terdokumentasi. Trenggono menyoroti penggunaan teknologi Vessel Monitoring System (VMS) yang masih belum merata di seluruh kapal penangkap ikan.

“Yang terpantau pakai VMS saja sudah ribuan kapal. Bayangkan yang tidak pakai? Bisa dua atau tiga kali lipat. Artinya, situasi laut kita semakin padat dan sulit bagi nelayan untuk mendapatkan ikan,” ungkapnya.

Dia menambahkan bahwa saat ini pun telah ditemukan ribuan rumput laut yang ditanam secara ilegal di wilayah perairan. “Kalau rumput makin banyak, ikannya makin sedikit. Ini indikator langsung dari tekanan ekosistem laut kita,” katanya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan