Selasa, 12 Agustus 2025

Kereta Cepat

DPR Pertanyakan Danantara Restrukturisasi Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Harus Dikawal

Menurut beberapa perhitungan, proyek kereta cepat ini baru bisa balik modal dalam waktu lebih dari seratus tahun.

Tribunnews/JEPRIMA
KERETA CEPAT - Petugas lokal bersama petugas dari Cina usai melakukan perawatan kereta Whoosh secara berkala di Depo KCIC Tegalluar, Bandung, Jawa Barat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mempertanyakan keinginan Danantara Indonesia merestrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Restrukturisasi utang adalah proses penyesuaian ulang syarat dan ketentuan utang antara debitur (peminjam) dan kreditur (pemberi pinjaman) dengan tujuan untuk meringankan beban keuangan, menghindari gagal bayar, dan menjaga kelangsungan usaha atau proyek.

Darmadi menyoroti sumber dana Danantara yang berasal dari dividen ratusan BUMN yang mereka kelola.

Menurutnya, dana tersebut tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak masuk akal atau tak memiliki prospek jelas.

Baca juga: Soal Restrukturisasi Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Danantara: Sedang Dievaluasi

"Nah itu harus diperhatikan tuh. Danantara ini dapet dana dari dividen, terutama dari BUMN. Enggak boleh dipakai untuk hal-hal yang sebetulnya tidak masuk akal gitu kan. Sesuatu yang tidak visible sama sekali. Kemudian dana itu habis begitu saja misalnya," katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Kamis (7/8/2025).

Ia menilai Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah proyek jangka panjang yang membutuhkan waktu sangat lama untuk balik modal.

Maka dari itu, ia menekankan bahwa rencana restrukturisasi utang perlu dikaji secara matang.

"BEP (break even point) kita enggak tahu kapan baliknya ini. Nah, itu program-program yang kita harus kawal gitu, apakah itu kemudian bagus dia masuk ke situ," ujarnya.

Sejatinya, Darmadi menyebut Komisi VI DPR RI akan mendukung langkah ini jika Operator Kereta Cepat Jakarta-Bandung, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), memiliki perencanaan bisnis yang jelas.

Ia mencontohkan kasus Garuda Indonesia yang juga menerima suntikan modal dari Danantara sebagai bagian dari restrukturisasi

Menurut dia, langkah tersebut masuk akal karena perusahaan maskapai itu dipandang memiliki prospek bisnis yang bagus untuk ke depannya.

"Garuda kan disuntik juga dari Danantara nih. Nah, kita lihat bisnis plannya misalnya. Oh oke ini masuk akal. Dari DPR dia kan minta persetujuan DPR koordinasi. Oke ternyata Garuda oke nih mau nambah pesawat karena dia premium price kan. Equitas merknya masih bagus dan sebagainya. Oke masuk. Ini kita lihat ada prospek," ucap Darmadi.

Namun, untuk KCIC, Darmadi mengaku belum yakin. Ia menyebut belum ada kajian mendalam terhadap prospek bisnis KCIC.

Sementara itu, menurut beberapa perhitungan, proyek kereta cepat ini baru bisa balik modal dalam waktu lebih dari seratus tahun.

"Tapi kalau KCIC kita belum melakukan teropong. Belum. Nah ini mau diselamatkan, berapa uang yang mau diselamatkan ini? Apakah visible nih?" kata Darmadi.

"Karena hitungannya (untuk balik modal) seratus tahun lebih. Itu pun kalau konsisten. Nah, ini bagaimana menghadapi ini? Kita harus bicara begitu," ujarnya.

Diketahui, dalam proposal dari pemerintah China, biaya yang diperlukan membangun kereta cepat Jakarta-Bandung sebesar 5,5 miliar dolar AS atau setara Rp 85,25 triliun (kurs 1 dollar AS setara Rp 15.500) dengan bunga pinjaman 2 persen.

Namun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang sudah dimulai sejak 2016 dan ditargetkan rampung pada 2019, menjadi molor penyelesaiannya ke 2023 karena beberapa hambatan seperti pandemi Covid-19.

Mundurnya target pengerjaan proyek ini membuat terjadinya pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar AS atau Rp 18,6 triliun.

Angka ini merupakan hasil audit bersama yang disepakati kedua negara.

Pembengkakan biaya tersebut pun ditanggung oleh pihak Indonesia dan China di mana sebesar 60 persen ditanggung oleh konsorsium Indonesia dan 40 persen ditanggung oleh konsorsium China.

Untuk menutupi cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini, konsorsium Indonesia menggunakan dua sumber yaitu 75 persen ditutupi dari utang dari Bank Pembangunan China (China Development Bank/CDB) dan 25 persen dibayar menggunakan penyertaan modal negara (PMN).

Restukturisasi Utang Kereta Cepat sedang Dievaluasi

Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia Rosan Roeslani mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan evaluasi terhadap upaya restrukturisasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

"Kami sedang evaluasi dan kami mau memastikan supaya ini bisa (dilakukan, red)," katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Rabu (6/8/2025).

Menurut Rosan, jika Danantara ingin melakukan aksi korporasi, hal tersebut harus dilakukan secara tuntas. Ia tak ingin sifatnya hanya seperti menunda masalah.

Eks Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran itu menyebut akan mengumumkan langkah restrukturisasi utang proyek kereta cepat ini pada saat yang tepat.

"Kalau melakukan aksi korporasi itu tuntas gitu ya, bukan hanya sifatnya menunda masalah. Nanti pada saatnya kami akan umumkan langkah-langkah kita merestrukturisasi dari KCIC atau Whoosh ini," ujar Rosan.

Sebagai informasi, proyek kereta cepat yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 19,54 triliun.

Untuk menutup biaya tersebut, proyek ini mendapat pinjaman dari China Development Bank (CDB) sebesar 230,99 juta dollar AS dan 1,54 miliar renminbi, atau totalnya setara Rp 6,98 triliun.

Restrukturisasi Utang untuk Jaga Kinerja BUMN

Adapun sebelumnya rencana restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diungkap oleh Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria.

Ia menyebut Danantara akan mengusulkan beberapa alternatif terkait restrukturisasi kereta cepat kepada pemerintah.

"Memang kereta cepat ini sedang kita pikirkan, dan segera akan kita usulkan. Tapi kan solusinya masih ada beberapa alternatif yang akan kita tawar, kita sampaikan kepada pemerintah mengenai penyelesaian daripada kereta cepat ini," ujar Dony saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (23/7/2025), dikutip dari Kompas.com.

Ia menjelaskan bahwa restrukturisasi ini perlu dilakukan untuk menjaga kinerja BUMN yang terlibat dalam proyek kereta cepat, khususnya PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang menjadi pemimpin konsorsium Indonesia.

Operator Kereta Cepat Jakarta-Bandung, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dengan kepemilikan saham 60 persen, dan konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd, dengan kepemilikan saham 40 persen.

Adapun komposisi pemegang saham PSBI terdiri dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar 51,37 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 39,12 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk 8,30 persen, dan PT Perkebunan Nusantara I 1,21 persen.

"Ini operasionalnya kan sedang kita lihat bagaimana nanti solusi jangka panjangnya mengenai utang-utang daripada konsorsium ini yang cukup besar ya. Ini yang nanti akan kita sampaikan (ke pemerintah)," ucapnya.

Meski begitu, Dony tak menjelaskan dengan perinci terkait usulan skema restrukturisasi yang akan diajukan ke pemerintah.

Namun, dia memastikan penyelesaian masalah utang kereta cepat akan dilakukan secara komprehensif dan tidak mengganggu kinerja KAI.

"Kita ingin penyelesaian kali ini komprehensif dan tidak mengganggu kinerja Kereta Api Indonesia ke depan," kata dia. 
 
 
 
 
 
 
 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan