Respons Anggota DPR RI Terkait Rencana Pemerintah Kucurkan Dana Rp 200 Triliun ke Perbankan
Penarikan dana besar-besaran justru dikhawatirkan akan mempersempit ruang gerak BI dalam menjaga stabilitas moneter.
Penulis:
Muhammad Zulfikar
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
Adapun kekhawatiran lainnya, kata dia, gerak dan inisiatif bank pemerintah akan stuck karena mereka hanya mengandalkan belas kasihan dari pemerintah.
"Kondisi itu juga bisa menumbuhkan moral hazard (manajemen atau tata kelola yang buruk). Bank hanya bisa mengandalkan “dana titipan pemerintah” ketimbang mencari sumber dana pasar, yang dalam jangka panjang menurunkan efisiensi," ucapnya.
Menurutnya, kebijakan itu juga bisa berisiko terhadap pasar keuangan.
Lebih lanjut Ia menyampaikan, pasar keuangan akan berubah seiring adanya kebijakan tersebut artinya atau dipastikan akan terjadi perubahan arus dana.
"Jika sebelumnya Rp 200 T tersimpan di BI (sebagai simpanan steril), maka pemindahan ke bank bisa mengurangi kebutuhan bank meminjam di pasar uang antarbank. Hal ini dapat menekan suku bunga jangka pendek secara tidak alami," katanya.
Tak hanya itu, kata dia, volatilitas Rupiah juga bisa terguncang bilamana investor meragukan efektivitas skema kebijakan tersebut (salurkan bantuan Rp 200 triliun untuk Himbara).
"Aliran dana besar yang masuk ke sistem perbankan bisa meningkatkan spekulasi atau capital outflow jika persepsi investor asing berubah terhadap stabilitas likuiditas," imbuhnya.
Jika berkaca pada data yang ada, Darmadi meragukan kebijakan tersebut bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
"Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2025 menunjukkan bahwa kondisi atau status penyaluran kredit di bank pemerintah justru tengah dalam fase yang penuh ketidakpastian. Berdasarkan data, ada sekitar Rp470,39 triliun kurang lebih dana yang dikhususkan untuk penyaluran kredit di bank pemerintah statusnya dalam kondisi Undisbursement loan (sebuah status di mana dana kredit masih tertahan karena beberapa faktor) atau mengalami kenaikan 15,64 persen year on year (yoy). Undisbursement loan perbankan tinggi sekali dan gak efektif," paparnya.
Darmadi kembali mengingatkan agar pemerintah melakukan kajian secara komprehensif sebelum mengeksekusi kebijakan tersebut.
"Semangat boleh, tapi indikatornya harus jelas dan menghitung dampaknya juga harus holistik. Jangan sampai semangat tersebut (upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit berubah jadi bencana krisis moneter dan lainnya)," tegasnya.
Darmadi mengungkapkan, penyebab undisbursed loan (kredit yang sudah disetujui tapi belum dicairkan) tinggi di perbankan, umumnya karena kombinasi faktor dari sisi debitur dan ekonomi makro.
Diungkapkannya, ada beberapa faktor yang menyebabkan status undisbursed loan di perbankan cukup tinggi.
"Faktor pertama, dari sisi debitur misalnya, dalam praktiknya banyak debitur yang belum mengeksekusi berbagai proyeknya. Banyak debitur (korporasi maupun pemerintah daerah) mengajukan kredit untuk investasi, tetapi realisasi proyek tertunda (misalnya akibat perizinan, tender lambat, atau pelemahan permintaan)" bebernya.
Selain itu, kata dia, kesiapan eksekusi juga rendah karena berbagai kondisi terutama kondisi pasar.
Kinerja Pengembang Properti Ditopang Permintaan KPR |
![]() |
---|
Kemenkeu Tak Ingin Kucuran Dana Rp 200 Triliun ke Bank Dibelikan SBN: Kami Siapkan Peraturannya |
![]() |
---|
Anggota Komisi VIII DPR: Banjir Bali Jadi Alarm Keras Sistem Mitigasi Bencana Kita Masih Lemah |
![]() |
---|
BAKN DPR RI Gelar Rapat Tertutup dengan Danantara, Bahas Apa? |
![]() |
---|
Ekonom Ramal Langkah Menkeu Purbaya Kucuran Dana Rp 200 Triliun ke Perbankan Bakal Sia-sia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.