Virus Corona
PP Tentang PSBB Dinilai Terlalu Minimalis, Pakar: Belum Menjelaskan Lebih Detail
Zainal menyatakan PP tersebut sangat minimalis dan terlalu banyak berbicara soal mekanisme dibanding operasional PSBB.
Penulis:
Arif Tio Buqi Abdulah
Editor:
Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih langkah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB sebagai upaya untuk menghentikan penyebaran virus corona (Covid-19) di Indonesia.
Presiden Jokowi telah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat menyusul meluasnya penyebaran virus corona (Covid-19).
”Untuk mengatasi dampak wabah tersebut, saya telah memutuskan dalam Rapat Kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB,” kata Jokowi saat konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (31/3/2020).
Lantas apa sebenarnya yang dimaksud pembatasan sosial berskala besar atau PSBB?
Dalam pasal 1 UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disebutkan bahwa PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
"Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi."
Baca: UPDATE Corona Global, Rabu (1/4/2020), Pukul 08.00 WIB, Kasus Covid-19 di AS Masih Paling Tinggi
Baca: Pemerintah Terapkan PSBB, Pakar Epidemologi: Siapkan RS Khusus COVID-19 di Seluruh Indonesia
Baca: Pengamat Sebut Keputusan Jokowi Terapkan PSBB sudah Tepat, Tapi Harus Ada Implementasi Efektif
Dijelaskan dalam pasal 59 di UU tersebut, PSBB paling sedikit meliputi di antaranya peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Sebagai pedoman pelaksanaannya, Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disaese 2019 (Covid-19).
PP tersebut berisi ketentuan lebih lanjut mengenai PSBB yang telah ditetapkan Presiden Jokowi.
PP tersebut oleh Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar dinilai terlalu minimalis dan kurang menjelaskan operasional dari PSBB.
Menurutnya sebagian besar konsep dari PP tersebut saat ini telah dijalankan di tengah masyarakat seperti disebut dalam pasal 4 ayat (1) di PP tersebut.
"Sebenarnya PP ini bukan PP yang sangat operasional, karena hanya terdiri dari 7 pasal, dua diantaranya itu hampir copy paste dari UU karantina kesehatan, jadi hanya ada 5 pasal lainnya yang sebenarnya bekerja, dan satu pasal itu aturan keberlakuan saja," kata Zainal saat berbicara di Indonesia Lawyers Club, Selasa (31/3/2020).
Baca: 4,8 Juta Lebih Pelanggan PLN di Jatim Bebas Biaya Listrik Selama 3 Bulan
Baca: Lewat Kebijakan PSBB, Jokowi Berharap Pemerintah Daerah Miliki Aturan main yang Sama Tangani Corona
Baca: Update Provinsi di Indonesia Belum Ditemukan Kasus Positif Corona, NTT dan Gorontalo
Zainal mencontohkan, pasal 4 dalam PP tersebut yang menyebutkan adanya peliburan sekolah dan tempat kerja dalam upaya PSBB.
Menurutnya konsep libur yang disebutkan kurang detail dan tidak mencantumkan segmen pekerjaan apa saja yang diliburkan.
Selain itu, menurutnya jika menggunakan kata libur, maka juga berbeda dengan konsep work from home atau bekerja dari rumah ataupun sekolah/ kuliah dari rumah.