Virus Corona
Mengapa Biaya Rapid Test dan PCR Berbeda-beda di Tiap Rumah Sakit? Begini Penjelasannya
Mengapa biaya rapid test dan PCR di tiap rumah sakit dan daerah sangat bervariatif? Berikut penjelasan Jubir Satgas Covid-19 RS UNS.
Penulis:
Wahyu Gilang Putranto
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Tes cepat atau rapid test maupun tes polymerase chain reaction (PCR) atau swab test Covid-19 menjadi akrab di telinga masyarakat di masa pandemi ini.
Rapid test maupun tes PCR ini diketahui digunakan sebagai upaya tracing kasus Covid-19.
Tes ini ada yang dibiayai oleh pemerintah, adapula masyarakat yang harus melakukan tes secara mandiri.
Biasanya hal ini dilakukan bagi masyarakat yang hendak bepergian ke wilayah lain atau sebagai syarat sebelum melakukan perjalanan.
Lantas, mengapa biaya rapid test dan PCR di tiap rumah sakit dan daerah sangat bervariatif?
Wakil Direktur dan Diklit sekaligus Jubir Satgas Covid-19 RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr Tonang Dwi Ardyanto, memberikan penjelasannya.

Baca: Edaran Menkes Terawan, Penumpang Pesawat dan Kapal Wajib Miliki Hasil Tes PCR atau Rapid & HAC
Rapid Test
Dokter Tonang mengungkapkan, biaya rapid test beragam di tiap daerah maupun rumah sakit diakibatkan karena banyaknya merek rapid test kit yang beredar.
Bahkan ada ratusan merek yang direkomendasikan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
"Jadi Gugus Tugas itu mengeluarkan rekomendasi tentang merek tes rapid yang bisa digunakan," ungkap Dokter Tonang dalam program Overview: Terjepit Biaya Tes Rapid bersama Tribunnews.com, Kamis (2/7/2020).
"Ada sekitar 170-an merek di sana," imbuhnya.
Baca: Masih Dianggap Merugikan, Aturan Wajib Rapid Test Calon Penumpang Digugat Lagi ke MA
Dokter Tonang menyebut informasi ini terbuka bagi masyarakat dan bisa diakses.
"Akhirnya di lapangan beredar produk-produk tes antibodi ini dengan variasi harga yang sangat lebar," ungkapnya.
Menurut Tonang, harga dan merek di pasaran yang sangat variatif membuat tiap rumah sakit maupun laboratorium menggunakan kit yang bervariasi pula.
"Sehingga sempat muncul di media ada anggota dewan yang menyebut 'harganya cuma Rp 30 ribu tapi kok rumah sakit jualnya Rp 300 ribu," ungkap Tonang.